Kamis, 19 Mei 2011

NASIONAL - HUMANIORA Jum'at, 20 Mei 2011 , 07:10:00 Rendah, Penerjemahan Karya Sastra.JPPN


JAKARTA - Karya sastra Indonesia banyak bertebaran dengan jumlah penulis produktif yang cukup melimpah. Soal kualitas, karya sastra lokal tak kalah dengan karya sastra negara tetangga. Itu bisa dibuktikan dari sejumlah karya penulis Indonesia yang diganjar penghargaan dari dalam maupun luar negeri. Sayangnya, kualitas dari karya-karya sastra yang baik itu belum bergaung di panggung dunia.

Apa kendalanya? Salah satunya karena tak banyak karya sastra lokal yang diterjemahkan dalam bahasa asing, terutama dalam bahasa Inggris sehingga tak banyak dibaca oleh masyarakat dunia. Problematika sastra Indonesia tersebut merupakan pembahasan dalam diskusi Kebangkitan Sastra Indonesia di Panggung Dunia yang digelar Kamis (19/5), di Canteen Plaza Indonesia. Putu Wijaya, Dewi Lestari, John McGlynn, dan Mira Lesmana didapuk sebagai pembicara dalam kegiatan itu dengan Tina Talisa sebagai moderator.

Selain diskusi,  acara tersebut sekaligus menjadi ajang peluncuran Seri Modern Library of Indonesia. Seri tersebut merupakan karya-karya sastra Indonesia yang telah diterjemahkan dalam bahasa Inggris. Karya tersebut merupakan karya sastra lokal yang dianggap penting serta berharga dalam menyuarakan zamannya, dimulai dari periode awal sastra Indonesia yang dianggap modern, yaitu tahun 1920-an hingga karya sastra terkini.

Peluncuran seri yang digagas Yayasan Lontar bekerja sama dengan Djarum Foundation tersebut  saat ini telah mencakup sepuluh judul pertama. Di antaranya Telegram karya Putu Wijaya, Supernova, karya Dewi Lestari, Never the Twain (Salah Asuhan) karya Abdoel Moeis, The Pilgrim (Ziarah) karya Iwan Simatupang dan Shackles (Belenggu) karya Armijn Pan "Dalam kurun tiga hingga lima tahun mendatang diharapkan terbit 50 judul agar dunia dapat mengenal dan mendokumentasikan sejarah perkembangan masyarakat Indonesia melalui sastra," ujar John McGlynn, penyunting seri Modern Library.

Dikatakan John, kegiatan penerjemahan di Indonesia memang boleh dikatakan terlambat dibanding negara tetangga. Tak dimungkiri, biaya yang menjadi salah satu kendalanya. Sekarang kegiatan tersebut bisa digalakkan berkat kecanggihan teknologi percetakan. Dengan sistem yang canggih, karya yang telah diterjemahkan bisa dikirimkan dengan mudah ke percetakan yang ada di penjuru Eropa hingga Amerika Serikat. "Untuk membeli, tinggal memesan secara online saja," ujar John yang belajar bahasa Indonesia 40 tahun silam.

Putu Wijaya tak menyangkal bahwa sastra Indonesia kurang dikenal di luar negeri.   "Saat saya menghadiri festival sastra Horisonte di Berlin, seorang penyair Amerika terkejut begitu tahu saya berasal dari Indonesia. Dia tak menyangka, di Indonesia ada pengarang. Setahunya Indonesia hanya ada seni pertunjukan tradisional saja," ungkap pria asal Bali tersebut.

Dewi "Dee" Lestari pun mengaku miris dengan minimnya kegiatan penerjemahan karya sastra lokal dalam bahasa Inggris. Sebagai pengarang, dia cukup merugi dengan kondisi tersebut. "Ketika menghadiri sebuah festival sastra di Australia, saya cukup malu karena tak dapat menunjukkan karya saya yang telah diterjemahkan," katanya.   

Dewi menambahkan, penerjemahan karya sastra merupakan kegiatan yang cukup penting Mengingat, sastra bukan sekadar cerita. Sastra merupakan cerminan dari bangsa dan bisa menjadi duta bangsa yang cukup penting di kancah internasional. "Sastra yang baik akan menjadi public relation yang baik pula di dunia international," imbuh mantan personel Rida Sita Dewi tersebut. (ign)

Rabu, 18 Mei 2011

Vasektomi Dengan Sekali Injeksi

Kompas.com - Para pria yang memutuskan untuk membatasi jumlah anaknya dan ingin melakukan vasektomi, dalam waktu dekat  bisa memilih vasektomi metode terbaru. Bukan cuma praktis, hanya sekali suntik, kelebihan lainnya adalah kesuburan bisa dikembalikan lagi.
Vasektomi atau pemotongan saluran benih untuk menghambat transportasi sperma yang keluar dari testis sehingga air mani yang keluar tidak mengandung sperma, selama ini masih dilakukan dengan tindakan operasi singkat.
Meskipun vasektomi tidak menurunkan gairah seksual, akan tetapi setelah divasektomi kesuburan tidak bisa dikembalikan lagi.
Dalam vasektomi terbaru yang saat ini sedang dalam tahap akhir penelitian ini, pria yang akan melakukan vasektomi cukup disuntik saja. Prosedurnya sangat sederhana, pria akan disuntik dengan zat kimia yang disebut Reversible Inhibition of Sperm Under Guidance (RISUG) . Kandungan tersebut akan melapisi bagian dalam saluran benih dan akan membunuh sel sperma yang melewatinya.
Menurut Sujoy Guha, peneliti dari India yang sudah 30 tahun meneliti kontrasepsi pria ini, dalam teknik vasektomi baru ini produksi sperma tidak akan dihambat. Malahan itu akan bekerja seperti jalan bebas hambatan bagi sperma.
Kelebihan lain adalah kesuburan dapat dengan mudah dikembalikan. Jika Anda memutuskan untuk memiliki anak kembali, suntikan lain akan mengeluarkan kandungan kimia keluar dari sistem tubuh.
Setelah penelitian kimia selama 15 tahun, RISUG ini saat ini sudah mencapai tahap akhir penelitian dan mendapat persetujuan dari badan obat di India. Kini sedang diupayakan untuk persetujuan untuk diedarkan di Amerika Serikat.
Sumber :

Minggu, 08 Mei 2011

CERPEN ROZIKIN "SAHABATKU"


Di Sumatera utara, tepatnya di Medan Marelan aku tinggal bersama keluargaku. Ayahku bernama Daud. Sosok yang sangat aku kagumi, hormati, dan aku segani. Di bawah terik sang surya tak pernah bosan mengayunkan cangkulnya membuat lahan yang subur untuk ditanami bayam dan sawi. Sang bunda yang akrab kusapa dengan sebutan umi seorang ibu rumah tangga sekaligus pegawai di suatu instansi pemerintahan di kotamadya Medan.Adikku Annisa kini duduk di bangku kelas tiga MAN yang juga aktif dengan kegiatan rohis. Aku sangat menyayangi adikku. Selain cantik, pintar, dan baik namun satu yang agak menjengkelkanku yakni tingkahnya yang rada ekstrem. Sahabatku Jhoni seorang blasteran penganut Budha yang membuatku penasaran dan membuat hidupku lebih berwarna dengan gaya hidupnya yang sama sekali tidak pernah terbetik di pikiranku.
Suasana pagi ini cukup cerah dan menyenangkan. Seperti biasa pukul 07.00 Wib rumahku sudah melompong sepi. Ayahku berangkat ke kebun, Ibu berangkat tugas, dan Annisa adikku berangkat ke sekolah. Adikku selalu menyalami dan mencium tangan Ayah,umi, dan tanganku sebelum berangkat ke sekolah. Aku salut dengan penghormatannya terhadapku. Pernah suatu hari kubilang “ngapainsih cium tangan kakak segala kayak anak TK aja”. Langsung spontan dia ngomel kayak ayam kehilangan induknya. “Emang kakak gak ridha Nisa cium tangannya, itu karena Nisa sangat menghormati kakak. Lagian kitakan saudara bukan nonmuhrim gak papa dong, payah deh ngomong ama orang sastra”. Langsung aja kutimpali “sorry dek gua becanda kok’. “Klo mau becanda ama kawan kakak aja si Jhoni itu ha ha ha”jawabnya.”Oke oke gua minta maaf  jangan diperlebar lagi”ujarku. “Emang Nisa mau telambat ke sekolah hanya gara-gara candaan kakak.’Nisa pamit ya kak”bantahnya kemudin berlalu.” Ya hati-hati, belajar yang rajin” jawabku. Aku berujar dalam hati “Alangkah sangarnya adikku namun aku merasa bangga dia tegas seperti itu”. Tapi lagi-lagi sifatnya yang terlalu berlebihan terhadap temanku Jhoni kurang mengenakkan bagiku.
 Sebenarnya aku gak mempermasalahkan Nisa mencium tanganku saat menyalamiku, namun pernah kejadian ketika kawanku Jhoni kebetulan menginap di rumahku karena tugas kuliah. Seperti biasa pagi sebelum berangkat ke sekolah Nisa menyalami ortuku kemudian masuk ke kamarku.” Assalamualaikum” Nisa ketuk pintu kamarku. “Waalikumsalam masuk” jawabku.Saat itu akulagi beres-beres kamar sedangkan Jhoni asyik baca novel. Nisa masuk kamarku” pamit ya kak”ujarnya menyalamiku sambil mencium tanganku. Setelah Nisa keluar langsung aja temanku Jhoni ngejek sambil bercanda “Wah hebat lo kaya bos juragan aja jaranglo adek manis yang uda gedek menghormati sampai segitunya”kata Jhoni. “Emang kenapa?” kubalas. “Gua merasa salut aja kayak anak ingusan aja”ujrnya. Memang kadang saya merasa risih juga adikku yang sudah gede bertingkah seperti anak ingusan dihadapan teman-temanku. Meskipun Nisa adik kandungku sendiri. Trus saya nyerocos bilang ke Jhoni “jangan-jangan Nisa cari muka di depan lo”. Dengan sedikit terkejut Jhoni berujar “gak mungkinlah Nisakan anak rohis gak mungkinlah”jawab Jhoni. Dalam hati gua menjawab “gua juga gak rela Adikku berempati ke lo kecuali lu udah dapat hidayah”.
******
Sekarang tinggal aku yang belum berangkat. Pukul 08.00 Wib aku salat dhuha. Setelah salat Dhuha aku berkemas kemudian baca cerpen Ayam sambil menunggu Jhoni untuk berangkat ke kampus. Pukul 08.30 Jhoni muncul dihalaman rumahku.”pagi berangkatyuk” sapa Jhoni. “Pagi, yuk aku juga uda beres”jawabku. Kemudian kami pergi ke kampus unimed. Pukul 12.00 kami sudah pulang dengan seabrek tugas kuliah yang lumayan banyak. Akhirnya Jhoni memutuskan nginap dirumahku untuk diskusi. Keesokan harinya, setelah beres-beres kamar aku mengajak Jhoni untuk sarapan. Kadang saya kurang enak juga sama ayah dan umi. Kalau Jhoni menginap di rumahku, aku gak bisa sarapan bareng-bareng. Ya maklum ajalah adikku yang manis tapi tegas melarang sarapan bersama. Akhirnya dengan terpaksa aku mengalah atas usul mama. “Udahlah daripada Nak Jhoni sarapan sendirian kan kasihan”. Meskipun dia bukan anggota keluarga diakan baik” ayahku menimpali. Memang aku salut dengan ortuku, di kala adikku memojokkanku umiku menengahinya dengan bijaksana. Emang sih ada benarnya juga omongan adikku Nisa, kita harus memelihara pandangan. “Makanya Jhon, jangan suka lirik-lirik adikku”. Seketika orang tuaku ketawa di suatu hari saat jhoni sarapan dengan orang tuaku saat itu Nisa adikku berkunjung kerumah pamanku di Marendal.
Begitulah kedekatannku dengan Jhoni. Meskipun dia seorang penganut Budha, dia adalah sahabat sejatiku. Tentunya di dunia lho bukan dunia akhirat. Saking dekatnya aku dengan Jhoni, ayahku sering menasihatiku.”meskipun Jhoni baik kamu harus waspada jangan-jangan ada udang dibalik batu”kata ayahku. Di saat itu umiku yang bijaksana menenangkanku. “Nak benar kata ayahmu, tapi bukan berarti kamu gak boleh temanan dengan nak Jhoni lho. Namun gak perlu seheboh Adikmu Nisa” kata umiku. Kontan aja kami bertiga ketawa. Aku gak heran dengan kekhawatiran ortuku. Mungkin karena saat ini banyak terjadi di kota-kota besar pendangkalan aqidah atau menganggap agama adalah hal yang remeh. Aku memang sangat dekat dengan Jhoni dan terus terang merasa betah dan lebih tertantang untuk menjalani kehidupan yang ganas ini. Bukannya saya tidak punya teman. Di kampus banyak temanku yang muslim baik cowok maupun cewek. Begitu juga dengan tetanggaku yang sebaya dengan aku. Namun si Jhoni ini sungguh unik dan misterius. Kejadian-kejadian yang kulalui dengan dia sering menjadi spirit,motivator, dan hikmah yang berharga buatku. Banyak momen-momen tak terlupakan saat bersamanya.
******
Pernah suatu keika kami jjs alias jalan-jalan sore menuju Gramedia pusat di Medan.Kebetulan disimpang empat jalan yang kami lalui lampu merah menyala. Saat kami menyeberang pengemis jalanan sudah standbay dengan mangkok aqua gelas atau kalengan. Menampung dan berharap diantara ratusan kendaraan baik roda dua, tiga maupun empat rela dan ikhlas menaruh uang ribuan atau paling tidak recehan di mangkuk yang mereka tadahkan. Namun sial memang sebagian besar orang kaya sudah gak punya rasa iba, bukannya memberi sumbangan malah bersikap acuh tak acuh, menutup jendela mobil bahkan yang lebih memprihatinkan lagi ada yang berucap “dasar pengemis jalanan buat macet aja”. Begitulah kota Medan metropolitan kesenjangan sosial makin bertambah nyata. Setelah menyeberang ada seorang ibu pengemis menghampiri kami. Wajahnya lebih tua dari umurnya.Ya mungkin karena menghadapi kegetiran hidup selama ini.”Nak minta rezeki dikit, tolonglah nak saya belum makan dari pagi”Ujar Ibu pengemis menghiba. Saat itu terjadilah hal yang tak pernah sebelumnya kubayangkan. Sambil merogoh kantong belakang Jhoni mengeluarkan dompet kemudian memberikan kepada ibu pengemis selembar uang yang menurutku lumayan banyak.Kini uang selembar merah senilai Rp 100.000 sudah berada di tangan ibu pengemis.dengan senang hati dan kontan ibu pengemis mau bersujud. Lagi-lagi kalimat yang membuat aku terharu keluar dari bibir Jhoni. “Tidak pantas seorang Ibu bersujud di kaki anaknya”ujar Jhoni. Dalam hati aku menimpali “ Jhoni benar bukankah surga berada di telapak kaki ibu”. Kemudian Jhoni memegang tangan ibu pengemis dan menyurunhnya membeli makanan.Ibu pengemis berterimakasi dan berlalu dari hadapan kami.
Beberapa menit kemudian kami sudah sampai di Gramedia. Sebagai seorang mahasiswa jurusan sastra mau  tidak mau kami harus menyerbu, melahap dan melumat buku-buku yang berbau sastra. Di sela-sela baca novel aku mencoba menanyakan kejadian di lampu merah tadi.”Jhon lo kasih uang sebanyak itu kepada ibu pengemis, mending beli buku.Lagian kata sebagian orang pengemis itu malas dan klo kasih uang banyak sama aja manjain orang itu”ujarku.
Aku terkejut dan terharu di saat Jhoni dengan  spontanitas menjawabku.”Apasih arti uang 100 rb buat gua.Mama papaku gak bakalan bangkrut dengan uang segitu. Bayangkan ibu pengemis itu belum makan dari pagi s.d sore sedangkan aku udah makan dua kali pagi dan siang ditambah jajan  makan pizza, martabak, dan gorengan.sementara ibu itu”. Entah kenapa tiba-tiba matanya sayu seperti mau menangis. Dengan sedikit keheranan gua mencoba mengusik kepeduliannya lagi.’Ibu pengemis itu kan gak ada hubungan apa-apa ama lo?”desakku. Kemudia Jhoni menjawab dengan jawaban yang membuatku sedikit tercengang”Emang sih gua gak ada hubungan apa-apa dengan ibu itu tapikan kami satu nenek moyang”.
Maksudloh gua tambah penasaran.”Benarkan, bukankah kita semua keturunan Atang (adam) dan Hawa”ujarnya. Kontan dalam hati aku bersyukur dan  bertanya-tanya “Alhamdulillah, subahanallah Maha besar Allah dengan segala ciptaanNya, seorang penganut Budha bisa berkata demikian. Kenapa saya dan teman-teman yang notaben muslim jarang bahkan tak ada yang peduli dengan keadaan mereka. Seandaiya orang kaya peduli seperti Jhoni mungkin pengemis tidak akan banyak bahkan tidak ada sama sekali.”Aku tersenyum kepada Jhoni sambil berucap”Lu emang sahabatku yang baik dan terunik”.
Peristiwa yang tidak kalah besar hikmahnya terjadi lagi menjelang detik-detik terakhir Jhoni menghadapi maut. Saat itu sabtu kebetulan hari libur nasional. Pagi-pagi saat beres-beres kamar handponku berdering, setelah kucek ternyata ada panggilan dari sahabatku Jhoni. Belum sempat ngucapin halo Jhoni uda salam duluan “pagi sobat”. Pagi Jhon jawabku antusias,karena sudah bisa kutebak Jhoni pagi-pagi di hari libur nelpon pasti ngajak main atau nongkrong di mall. Terus dia bilang “papa mamaku wekkend kepantai cermin”. Jadi kenapa lo gak ikut bareng”jawabku.” Ha itu dia masalahnya yang pigi Cuma pejabat teras perusahaan aja. Oya lu gak ada tugas dari ayah umikan, ntar kita pigi ke medan fair yuk udah lama kita gak singgah di toko buku Kharismakan”kata Jhoni. “Gak melesetkan dugaankun” tuturku dalam hati. “Ya Gua bisa tapi jam 10-an ya soalnya kami sekeluarga lagi goro s.d jam 9”jawabku.
Kebetulan aku juga mau gabungGoro deh soalnya papi mami uda berangkat dari pagi, bibik ama tukang kebon sibuk, suntuk gak ada kawan ngobrol”kata Jhoni. “Gimanaya” jawabku entah Jhoni tahu kekhawatirannku terhadap adikku Annisa tiba-tiba Jhoni menjawab “minta izin aja dulu ama adiklo klo gak dikasih izin gak apa-apa juga” jawabnya dengan nada mengalah. Kasihan Jhoni sebenarnya dia sudah menganggap adikku seperti adiknya sendiri namun sayang Annisa terlalui mencurigainya. Beruntunglah Jhoni maklum “mungkin karena Nisa masih remaja kaliya” jawabnya suatu waktu.” Oke deh klo gitu ntar 10 menit lagi kutelpon lu gimana keputusan Nisa ya”jawabku . “Makasih ya sobat”kataJhoni .”Sama-sama Jhon”. Jawabku mengakhiri percakapan. Kemudian aku melanjutkan beres-beres kamarku.
Setelah beres-beres kamar aku menuju ruang tamu . Ayah lagi minumkopi. umi menyiapkan sarapan sedangkan adikku yang judes belum kelihatan batang hidungnya. “Kemana dia pagi-pagi gini”ujarku dalam hati. Karena udah gak sabar mau jumpa adikku lalu kutanya sama ayah “Yah dik Nisa kemanaya”? “mungkin didapur kali bantuin umimu”jawab ayah.”Makasih yah” jawabku. Kemudian aku menuju dapur dan bertanya kepada umi “ mi dik Nisa kemana ya”? “lagi bersihin kamarnya”jawab umiku.”makasih Mi”jawabku. kemudian aku menuju kamar adikku “Assalamualaikum” sambil mengetuk pintu “waalikum salam masuk kak”jawabnya dari dalam. Ternyata umi benar adikku lagi beres –beres kamar .meja sudah berkilat dilap, rak buku sudah dirapikan ,kain gorden sudah diganti dan boneka kesayangan udah ditata sedemikian rupa.”Wah adikku ternyata  berjiwa seni juga ya” pujiku .”ha ha kakak bisa aja”jawab adikku. “Kak ada apa ya keknya ada hal yang penting yang mo kaka sampain?”tanya Annisa.” Emang sih tapi”jawabku agak gugup.”tapi apa kak “selidik adikku. Terus terang dari awal aku uda ngeri sendiri nanya ke adikku hal-hal yang berbau Jhoni karena uda bisa kutebak pasti jawabannya gak sesuai dengan yang diharapkan. Namun aku harus memberanikan diri. Jangan s.d handponku berdering dari Jhoni sebelum aku dapat jawaban adikku. Lagipula gak enak gak tepati janji. Terus kuberanikan diri”Gini dek Jhoni mau kerumah ki..ta”.Belum selesai aku ngomong adikku udah protes kayak singa yang kelaparan mau menangkap mangsa “kenapa sih harus Jhoni apa gak ada kawan kakak yang lain?hujat adikku. “Banyak tapi gak ada yang sebaik Jhoni” jawabku agak membentak. Sebenarnya aku tidak mau bersuara keras di depan adikku tapi karena adikku bersikap kurang sopan yakni aku belum siap bicara dia uda jawab. Meskipun aku tahu pasti Annisa khilaf.Untunglah ayah sudah bangkit dari ruang tamu sehingga tidak ketahuan aku ribut dengan adikku. “Maaf ya kak bukannya aku gak suka ama kawan kakak tapi  klo dia mau ke rumah hari ini ada syaratnya” kata Nisa. “ada-ada aja adikku ini” dalam hati. “Ha syarat apaan” tanyaku penasaran. Jhoni gak usah ikut bersih-bersih  dihalaman. Nisa gak enak ama temen-temen rohis tetangga “jawabnya mencoba menjelaskan dengan nada menghiba. Akhirnya aku luluh juga dan berkata “kakak juga minta maaf, Jadi boleh Jhoni ke rumah kan” jawabku senang. “Oke kakak ngerti dan maklum kok posisi  dik Nisa. Klo gitu kakak telepon Jhoni duluya”jawabku .
kemudian setelah keluardari kamar adikku aku langsung menghubungi sahabatku via handphone. “Halo Jhoni”sapaku. “Halo sobat” jawab Jhoni .belum sempat memberitahukan jawaban adikku Jhoni sudah langsung menebak-nebak “pasti adikmu gak kasih izin kan?” Ujarnya .lalu kujwb “lu salah besar”jawabku.dia terkejut dan berkata “Hah lu pake jurus apa sampe adiklo tumben gak marah”.”ada deh tapi rada ribet nih pake  syarat segala kata adikku”jawabku.” Apaan syaratnya” ujar Jhoni “ Lo gak boleh bantuin ntar waktu bersihin halaman”jawabku.” Kok gitu” balas Jhoni sedikit keheranan.Karena pulsaku lagi pas-pasan sehingga tidak mungkin kujelasin panjang lebar akhirnya kujawab”ya pokoknya gitu deh”. “Ya udahlah  daripada sama sekali gak diizinin adiklo datang, mending gini aja” jawabnya dengan nada mengalah. Dalam hati aku berucap “kasihan Jhoni padahal dia sangat baik dan menghargai adikku, tapi sayang  adikku terlalu mencurigainya”.”Udah dulu ya kututup teleponnya”ujarku.” Buru-buru amat sih mo habis pulsanya ya  tenang aja ntar ku isiin”jawab Joni sambil mengejek.” ketahuan deh” dalam hatiku akhirnya kujawab dengan berpura-pura “ oh gak aku dipanggil umi”. Sebenarnya gua gak enak juga karena selama ini Jhoni sering transfer pulsa ke no handponku.  “Ya udah sampe jumpa dirumah lo ntar kita isi nanti pulsanya,  makasihya sobat” katanya.  “Sama-sama Jhon” jawabku kemudian menutup handponku.
Setelah sarapan aku, ayah, umi, dan dik Nisa mulai gotong royong alias bersih-bersih pekarangan rumah. Ayah naik genteng atap membersihkan dedaunan akasia yang berjatuhan, Dik nisa mencabuti rumput, Umi menanam dan menyirami bunga sedangkan aku korek parit yang di penuhi daun akasia. Lagi asyik gotong royong tiba-tiba sahabatku Jhoni muncul mengendarai motor.” Pagi pak, Bu” salamnya dengan ramah.Lalu ayahku turun kemudian Jhoni menyalamiku ayah dan ibu. Sewaktu Jhoni menyalami dan mencium tangan umiku entah kenapa tiba-tiba aku teringat dengan kejadian lucu dua tahun yang lalu. Saat itu aku baru tingkat semester satu, adikku kelas satu Man dan sudah aktif di kegiata rohis. Seperti biasa dua kali seminggu kami  sekeluarga lari pagi  marathon di lapangan merdeka. Selama 1,5 jam kami berkeliling mengitari lapangan. Tiba-tiba keluargaku bersua dengan Jhoni yang kebetulan berolahraga dengan naik sepeda. Orang tuaku memang sudah akrab dengan Jhoni. “Pagi pak, bu”ujarnya kala itu, kemudian menyandarkan sepedanya dan menuju orang tuaku untuk menyalami mereka. Kemudian Jhoni menyodorkan tangannya ke arah adikku. Ya bisa ditebak dong apa yang terjadi. Tentu saja adik manisku Annisa sebagai anak yang aktif di kegiatan rohis tidak mau membalas jabatan tangan Jhoni. “Kenapa?”Jhoni keheranan kemudian dengan nada bercanda “Adiklo cantik tapi sombongya” ujarnya.  ortuku tertawa dan melanjutkan lari paginya disusul Annisa. Kemudian aku menarik tangan Jhoni dan menjelaskan rasa keheranannya. “Dalam agama islam dilarang berjabatan tangan antara pria dan wanita, makanya adikku ogah salaman ama lo”ujarku.”Trus sama umimu gimana”tanyanya . “Umiku uda uzur dan udah tua kali gak papa”. Jawabku.”Trus lu ama Nisa?”tanya Jhoni.”Kami sah sah aja dong karena kami muhrim”jawabku.” Maksudloh”tanya Jhoni. “ muhrim itu adanya hubunga sedarah dalam pertalian keluarga jadi gak masalah “jawabku. Wah hal-hal yang selama ini kuanggap sepele ternyata diatur dalam keyakinan lo salut gua.Gua minta maaf gak tahu dan uada bilangin Nisa tadi sombong.Tapi Ortulo kok ketawa ya?” ujar Jhoni keheranan. “Itu tandanya ayah dan umiku ngerti dan maklum bahwa lo gak tahu. Klo emang lo tahu mana mingkin lo berani nyodorin tangan ke adikku benarkan?”jawabku. “Ya iyalah siapa juga yang berani ama adik manis lo ha ha.Gua janji bakal ingat selalu penjelasan lo” ujar Jhoni.
****
Alhamdulillah, penjelasanku dua tahun yang lalu masih diingatnya. Jhoni tidak mengulurkan tangan ke Annisa yang berada tepat disamping umiku, tapi Cuma menyapa “pagi Nisa apa kabar?”. Pagi, baik” jawab Nisa sekenanya. Cukup tegas, padat dan singkat. Kadang melihat percakapan Jhoni dengan adikku ayah umiku merasa geli dan lucu. Tapi ortuaku maklum mungkin karena usia Nisa masih remaja jadi pemikirannya belum begitu matang sehingga kesannya kelihatan cuek dan ketus. Padahal sebenarnya Adikku Nisa anak yang baik, ramah dan peduli.
“Ajak nak Jhoni masuk” kata umiku. “Ya mi” jawawabku. “Nak Jhoni uda sarapan?”tanya umiku lagi.”Udah Bu” jawab Jhoni.Setelah itu aku masuk dengan Jhoni dan mempersilahkannya duduk di ruang tamu.”Umimu baik bangetya sama kayak mamaku yang di rumah” ujarnya sambil duduk. “Ya semua ibu pasti baiklah” jawabku. “Ku tinggal ya” jawabku. “Gak enak juga aku ini
Masa kalian kerja diluar gua enak-enakan disini cuman nonto TV. Sorryya gak bisa bantuin”ujar Jhoni.” Gak papa kali, tamukan raja lagian daripada adikku ngomel kan gawat” jawabku.”Lu bisa aja. ya udahlah  selamat bekerja aja” jawabnya sambil tersenyum.”Oke deh” jawabku dengan hati  lega.
Kemudian aku tinggal Jhoni di ruang tamu dan menuju anggota keluargaku yang asyik mencabuti rumput dan merapikan taman. Begitu bergabung, kudengar adikku mengomel “ngapain sih umi nanya sarapan segala. Diakan orang kaya pastilah udah sarapan di rumah mewahnya sono”celoteh adikku.”Emang kenapa? kok adik pula yang sewot” balasku. “Ha ha mentang-mentang kawan kakak”balas adikku pula.”Udah jangan ribut” kata ayah. Kemudian umi merapat ke adikku dan berkata”Nak kita harus menghagai dan menghormati sesama manusia bagaimanapun latar belakangnya. Bukankah kita sama dihadapanNya. Umi gak bela siap-siapa yang pasti yang jahat aja harus kita sadarkan dengan kebaikan apalagi nak Jhoni meskipun dia beda agma dengan kita tapi kalau dia baik kita juga harus baik terlebih-lebih dia tamu kita”.” Maaf ya unmi Annisa khilaf” ujar adikku. Dalam hati aku berujar sambil bersyukur “Alhamdulillah alangkah bijaknya umiku, dikala anak-anaknya ribut dengan suatu persoalan umiku menjelma sebagai seorang hakim yang adil. Seandainya semua Ibu seperti umiku pasti dunia ini tentram, tak ada anak yang nakal.
Pukul 08.30 Wib gotong royong pekarangan rumah sudah selesai. Annisa langsung masuk kamar untuk istrahat sejenak.” Ada rencana keluar main ya Nak Jhoni” sapa umiku.” Iya Bu mau ke medan fair uda lama gak singgah di toko buku Kharisma”jawab Jhoni dengan penuh hormat.” Berarti Annisa harus ikut sama kita dong ke rumah nenek kan gak mungkin tinggal sendirian di rumah. Suruh adikmu bersiap-siap “ kata ayah kepadaku. Kemudian aku menyuruh adikku siap-siap untuk berangkat kerumah nenek.
Pukul 09.00Wib ayah,umi dan adikku berangkat ke rumah nenek. Salam buat nenek ya umi besok sore saya main ke rumah nenek sama Jhoni ucapku. Kami berangkat “Hati-hati di jalan nanti jangan ngebut ya nak Jhoni” kata umiku berpesan saat berangkat. “Ya Bu” jawab Jhoni.
Kini tinggal aku dan Jhoni di rumah.” Aku mandi dulu ya biar berangkat terus” ujarku pada Jhoni .”Ya udah aku uda bereskok tinggal lu” jawabnya. Setelah aku siap kami berangkat ke medan fair dengan motornya Jhoni. Begitu sampai di mall Jhoni uda ngajak aku ke counter hp untuk isi pulsa.” Pulsamu pasti lagi bokek karena tadi lama nelpon aku” ujar Jhoni. “Lu tahu aja makasih ya”balasku. Setelah capek mondar mandir di mall Jhoni mengajak aku makan siang. “perutku uda keroncongan nih, mau kuajak makan surfrise”katanya bersemangat.”Maksudloh” jawabku dengan nada tanya dan keheranan karena Jhoni sering ngajak aku makan di luar tapi gak pernah dengan kata-kata surfrise.” ada-ada aja si Jhoni ini”dalam hatiku. Pokoknya kamu boleh pilih menu apa aja ujar Jhoni. “Ya uda deh terserah lo aja akupun uda laper juga nih”jawabku sekenanya.
Kemudian Jhoni mengajak aku makan siang di retoran mewah ayam goreng kalasan. Begitu masuk restoran semua karyawan sudah menunduk memberi hormat kepada Jhoni. “Siang mas Jhoni silakan” sapa kasir dengan ramah. “Mas ini buku menunya ,Oya tuan dan Nyonya gak ikut?” tanya karyawan . “Oh gak lagi weekend makanya gua ajak temen gue” jawab Jhoni. “ Lho kok bengong,  tulis aja menu yang lo suka” katanya kepadaku yang memang lagi keheranan. “Kenapa semua karyawan hormat banget ama lu trus kok kasirnya tahu nama lu nanya bokap nyokap lu segala lagi” jawabku. “Restoran ini punya tanteku makanya kita disini makan gratis” jawab Jhoni. “Oh gitu” sambil menutup mulut agak terkejut.”Lu terkejut”jawab Jhoni. Jhoni tahu kalau aku terkejut, dalam hatiku berujar sendiri “Alangkah begonya aku wajar dong keluarga Jhoni punya restoran mewah. Kecuali emang keluargaku, boro-boro punya restoran mewah rumah aja baru lunas kredit dari bank”. “Gua pesan sea food, ayam goreng,dan cap cai trus minumnya jus stroberi” lu pesan apa tanya Jhoni .”Sama aja deh” jawabku. “Mbak pesanannya nih doubelya” kata Jhoni. “Ya mas” jawab pegawai restoran. Sambil menunggu makanan “Enak ya jadi orang kaya bisa punya restoran mewah kayak gini”ujarku. “Makanya belajarnya yang tekun biar bisa jadi penulis best seller, ntar lebih dari ini lu juga bisa” jawab Jhoni menyemangatiku.” Amin semoga terkabul deh” jawabku. Sesaat kemudian pesanan sudah di hidangkan pegawai sambil berkata “Mas jangan malu-malu klo kurang jangan sungkan-sungkan”. “Ya makasih” jawab Jhoni. Kemudian kami menikmati makan siang kami dengan tenang.
Setelah makan siang barulah kami ke toko buku Kharisma. Di saat keluar restoran receptionist berkata” terimakasih Mas, Bos sering nanya klo sabtu minggu apa Mas Jhoni datang kemari”. “Ya sama-sama” jawab Jhoni. “ Tante lu baik banget ya, trus selama ini kok gak makan di sini aja  ” ujarku pada Jhoni saat menuju toko buku.”iya mungkin karena tanteku gak punya anak tapi gua gak nyaman dengan perlakuan pegawainya seolah-olah saya lebih dari raja” jawab Jhoni.”alangkah baiknya kamu Jhon meskipun keluarga kelas elit tapi gaya hidup lo penuh dengan kesederhanaan” tuturku dalam hati. “Oya gua pernah cerita tentang lo dan tanteku pengen kenal ama keluarga lo tapi sayang dia lagi mudik ke China ntar klo uda balik gua kenalinya” tanya Jhoni.”Boleh , Kasihan juga ya kaya tapi gak punya anak” jawabku dengan nada mengiba.
Setelah sampai di toko buku kami cari buku yang hendak  dibaca. Setelah menemukan buku masing-masing kami menuju bangku di sudut ruang toko untuk membaca. Saat itu pukul 13.00 Wib. Saat asyik baca Entah aku lalai karena terlalu kenyang tiba-tiba Jhoni berkata “lu udah salat”  Jhoni bertanya.” Oh iya aku lupa”jawabku. “buruan biar ku tunggu disini aja” balas Jhoni. “Ku tinggal bentarya” jawabku kemudian berlalu dari Jhoni. Dalam perjalana menuju tempat berwuduq dalam hati aku istugfhar dan berkata “Subahanalloh di kala aku asyik baca buku dan lalai tiba-tiba sahabatku yang non muslim mengingatkan akan kewajibanku shalat zuhur, gua gak nyangka Jhoni berkata seperti itu. Padahal selama ini teman-teman muslimku tidak ada yang mengingatkanku untukk salat malah ada yang menunda-nunda seperti saat diskusi minggu kemarin dengan aldi, ryan dan doni. “Gua mau salat dulu ya” ujarku sambil permisi saat itu. trus mereka kontan menjawab “udahlah habis diskusi aja kan tanggung nih 1 jam lagi”. Aku mau jawab” emang kalian jamin aku hidup satu jam ke depan lagian diskusinya kan bisa disambung  habis sholat yang Cuma lima menitan”.Tapi udahlah kutahan aja dengan
rasa jengkel. Lagi pula buang-buang energi berdebat dengan mereka”.
Setelah berwuduk aku menuju mushalla kemudian salat zuhur. Seusai salat Tidak lupa aku berdoa memohon ridhaNya dan berharap sahabatku Jhoni diberi hidayah olehNya. Kemudian aku menuju toko buku di lantai dua tempat Jhoni menungguku. “Gak bosan nungguin aku kan?” candaku kepada Jhoni setelah sampai. Entah kenapa raut wajahnya agak pucat. “Jhon muka lu kok pucat keringatan gitu padahalkan ruangan disini kan dingin” tanyaku keheranan. “Gak papa pulang yok”jawabnya tak bersemangat. Ketika bangkit dari kursi jhoni kelihatan oleng tidak bisa menjaga keseimbangan tubuhnya. “Jhon, lu baik-baik ajakan” ujarku sedikit khawatir. “Ah gak papa” dengan raut wajahnya yang makin pucat pasi. Gua tuntunya tawarku “makasih sorry uda ngerepotin lo” jawabnya. “Udah gak papa yuk pelan-pelan turun ujarku. Beruntunglah badanku lebih besar dari Jhoni sehingga tidak begitu susah menuju pelataran parkir.
 Setelah sampai di pelataran perkir posisi kami bergantian. Aku takut jika Jhoni yang mengendarai motor tiba-tiba pusingnya kambuh hingga menyebabkan kecelakaan. “Jhoni kita kemana, ke rumahlo atau rumah gua?” tanyaku sedikit kwahatir. Ke rumah lo aja, lu gak usah panik gitu deh, ntar langsung telepon dokter Haris”. jawab Jhoni lesu. “Ya udahlah klo gitu, lu pegangan yang kuat ya” jawabku. “Baik bos” ujar Jhoni berusaha tersenyum sambil menggidik pinggangku. Begitulah Jhoni di saat kesakitan masih bercanda dan bersikap sabar.
Setelah sampai di rumahku, kuparkirkan motor Jhoni di bawah pokok akasia halaman rumah. Saat kutuntun Jhoni masuk rumah tiba-tiba burgh Jhoni terjatuh. “ Jhon lu gak apa-apa”tanyaku sedikit panik. Ya karena selama ini Jhoni tidak pernah mengalami hal-hal seperti ini. Bahkan Jhoni selalu tampil bugar berkat rutin fitnes. “Soryya uda ngerepotin lo, ni handponku lo hubungin trus dokter haris gu.... gu...a uda gak tahan .sakit” kemudian tiba-tiba jhoni tak sadarkan diri. Setelah membuka kunci pintu rumah aku  memasukkan Jhoni ke dalam kamarku. Setelah Jhoni ku baringkan, cepat-cepat kutelepon dokter Haris sesuai perintah Jhoni tadi.
“Halo” sapaku “ya halo mas Jhoni”jawab dokter. “maaf ni temannya, Jhoni pingsan di rumah saya Jl Melati no 10 pak dokter” ujarku menjelaskan.”Hah saya segera kesana, makasih dek”.jawab dokter Haris terkejut. “sama-sama pak” jawabku  sambil menutup perbincangan. Saat menunggu dokter Haris kulihat kening Jhoni bercucuran keringat karena kepanasan. Di kamarku Cuma ada kipas angin. “Mungkin klo di rumah Jhoni gak bakalan seperti ini” ujarku dalam hati. Sambil sesekali mengkompresi kening Jhoni kudengar ucapan salam. “Assalamualikum”ujar dokter Haris.Waalaikumsalam” jawabku sambil keluar kamar. Ternyata dokter keluarga Jhoni muslim .” Masuk Pak. Pak dokter ya?” Tanyaku.”Ya benar, saya dokter Haris gimana mas Jhoninya?” tanya dokter haris khawatir. “Jhoni masih pingsan dok di kamarku”jawabku menjelaskan.
Kemudian dokter Haris masuk kamar dan memeriksa Haris. “Oya mama papa Jhon uda tahu” tanya dokter Haris setelah memeriksa keadaan Jhoni. “Belum dok, ortu Jhon lagi wekkend ke luar kota” jawabku. “Ya uda klo gitu saya langsung telepon aja papa Jhoni, saya kwahatir kondisi fisiknya yang terus melemah”ujar dokter Haris. “Ya benar dok saya juga takut karena selama ini Jhoni gak pernah ginikan dok” jawabku. Lalu dokter Haris mengeluarkan handpon dari kantong celana “Halo siang pak,Ini dokter Haris”  sapa dokter . “Ya Siang ada apa dok “tanya papa Jhoni. “Gini pak, Mas Jhoni tiba-tiba pingsan mungkin kecapekan Pak ,setelah saya periksa kondisinya sangat lemah pak” ujar dokter menjelaskan. “Ya tuhan anakku, ya Dok kami segera pulang terimakash” jawab papa Jhoni. Sama-sama Pak jawab dokter Haris kemudian menutup handpon.
 Setelah dokter Haris memberitahukan ortua Jhoni aku memberanikan diri bertanya kepada dokter Haris. “Pak dok kenapa tadi tiba-tiba Jhoni keringatan dan pusing di toko buku padahal di sana kan sejuk karena ber AC terus pingsan setelah sampai di rumah?” tanyaku. “Maaf dek, riwayat kesehatan Jhoni memang bermasalah. Dia dilahirkan dengan kondisi prematur. Dua tahun yang lalu Jhoni divonis menderita kanker”jawab dokter Haris menjelaskan. “Astagfirullohaajim, tapi... tapi.... kenapa tidak berobat ke luar negeri pak Singapura misalnya.Bukannkah keluarga Jhoni mampu?” tanyaku tidak percaya. “Semua usaha telah dilakukan bahkan dokter USA menyerah dengan kondisi Jhoni. Ya begitulah Cuma doa dan mukjijat dari TYMK yang bisa menolongnya”jawab dokter Haris dengan nada pasrah. “Ya Allah berilah kesempatan pada sahabatku untuk hidap” ujarku dalam hati.
“O ya kamu kakak Annisa ya?” tanya dokter Haris. “Ya benar dok, kok bisa tahu” tanyaku sedikit keheranan. “Jhoni pernah cerita dia punya sahabat akrab yang berkeluarga taat dan disilin. Trus sahabatnya itu punya adik yang cantik bernama Annisa. Syukurlah Jhoni gak salah pilih teman dan saya sebagai dokter keluarga Mas Jhoni berterimakasih sudah mau bersahabat dengannya” jawab dokter Haris. “Sama-sama Pak, saya juga senang punya sahabat baik kayak Jhoni” jawabku.
“Pak dok gimana dengan ortua Jhoni” tanyaku. “InsyAllah ortuanya sampai pukul 16.00 Wib sekarang kita gotong Jhoni ke dalam mobil saya, motornya kamu yang bawa” jawab dokter Haris. “Ya pak kasihan Jhoni di sini kepanasan di rumahnya pasti lebih nyaman” jawabku.
Di luar keluargaku sudah pulang dari rumah nenek. “Umi mobil siapa yang parkir di halaman rumah kita” tanya Annisa. “Mungkin mobil Nak Jhoni kali” jawab ayahku. “Bukannya nak Jhoni naik motor tadi pagi” sambung umiku.
Setelah sampai di pintu “Assalamualaikum” ujar umiku. “Waalikumsalam”jawabku dengan dokter Haris sambil mengangkat Jhoni menuju mobil. Anggota keluargaku masuk “Nak Jhoni kenapa” tanya umiku terkejut begitu juga dengan ayah dan adikku. “Jhoni pingsan umi sepulang dari mall” jawabku. “Tenang Bu mungkin Jhoni kecapekan” jawab Dokter Haris menenangkan keluargaku. “Bu kami pamit dulu mau bawa Jhoni ke rumahnya” ujar dokter Haris.”Ya umi saya mau bawa motor Jhoni” jawabku. “Hati-hati nak” jawab umiku.
Dokter Haris meluncur ke rumah Jhoni, aku mengikuti dari belakang.  Saat kami sudah sampai di halaman rumah Jhoni, Bik Aida tergopoh-gopoh menuju kami “ Pak dok kenapa dengan den Jhoni” tanyanya. “Mas Jhoni pingsan”jawab dokter Haris. “Tuan dan nyonya uda tahu dok?” Tanya bik Aida dengan raut sedih. “Udah kok Bik InsyaAllah bentar lagi sampai kerumah” jawabku meyakinkan. “Ya udah kita bawa Mas Jhoni ke kamarnya” kata dokter . “Ya dok kamarnya di lantai dua uda beres kok” jawab bik Aida.
Aku dan dokter Haris mengangakat Jhoni menuju kamarnya di lantai dua. Alhamdulillah keringat Jhoni sudah berhenti. “benarkan Jhoni kelihatan lebih nyaman dari pada di rumahku” ujarku dalam hati. Pukul 15.50 Wib terdengar suara tangis di tangga menuju kamar Jhoni. Ternyata ortua Jhoni sudah sampai, syukurlah gumamku dalam hati. “Jhoni anakku, kenapa denganmu nak? jangan tinggalin mama” ujar mama Jhoni sesenggukan.
Ma tenang ma Jhoni kecapekan aja kok jawab papa Jhoni menenangkan sambil memeluk istrinya.” Dokter....dok selamatkan anakku”ujar mama Jhoni dengan suara tangisan yang makin menyayat hati. “Sabar mi, ingat pesan dokter ahli USA itu” jawab papa Jhoni karena dokter Haris tidak kuasa menjawabnya. Akhirnya dengan bijaksana dokter Haris berkata “Nyonya kita berdo pada tuhan yang maha kuasa semoga mas Jhoni cepat pulih” . “ Bertahanlah anakku” jawab mama Jhoni.
Pukul 16.20 Wib, Jhoni Alhamdulillah udah sadarkan diri. “Ma ...ma. Pa...pa..” ujar Jhoni sedikit parau. “Anakku Jhoni kau uda sadar sayang, jangan tinggalin mami” jawab mama Jhoni. “Ma pa maafin Jhoni ya” ujar Jhoni tiba-tiba. “Jhoni anak yang baik, papa bangga punya anak kayak Jhoni” ujar papa Jhoni dengan linangan air mata. “Anakku kau harus bertahan mama gakbisa hidup tanpa Jhoni” sambung mama Jhoni.
Semua yang ada dikamar Jhoni menangis. Entah kenapa aku merasa takut seolah ada firasat “jangan-jangan Jhoni.. ah..ah  tidak.... tidak mungkin Jhoni pasti bisa bertahan” ujarku dalam hati dengan optimis. “Hai sobat lu kok cengeng gitu, gimana mau jadi penulis bestseller” sapa Jhoni bercanda terhadapku dengan wajah senyum yang dipaksakan. “Jhoni lu harus kuat. “Lu uda janjikan mau lihat kita sama-sama berhasil” jawabku sambil memegang tangan Jhoni. Kok “ayah dan umimu kok gak ada” tanya Jhoni. Kemudian mama Jhoni segera menyuruh sopir untuk menjemput keluargaku. Akhirnya kutelefon Adikku harus ikut dan memohon pengertiannya karena aku takut sekali dengan keadaan Jhoni saat ini. Saya yakin Jhoni pasti mau minta maaf karena dia sudah menganggap keluargaku seperti keluarganya sendiri.
Pukul 16.30 Wib, ayah, umi, dan adikku sudah berkumpul di kamar Jhoni. “Kenapa nak, mana yang sakit” sapa umiku menghibur Jhoni. “Bu, pak Jhoni minta maaf” ujar Jhoni. Tak kuasa ayah, ibu bahkan adikku Annisa yang selama ini sangat cuek terhadap Jhoni juga ikut menagis. “Jhoni anak yang baik bapak bangga dengan nak Jhoni” jawab ayahku. “Dik Nisa kak Jhoni minta maaf ya mungkin selama ini bayak yang tidak berkanan dengan kehadiran kak Jhoni” ujar jhoni kepada adikku. Adikku tak kuasa manjawab malah memelukku sambil menangis. “Uda deh lu gak ada yang salah,  kami semua  sayang dan bangga ama lo trus klo lu salah ama kami kami uda maafin kok” jawabku dengan suara tangisan yang tidak bisa kusembunyikan lagi.
Lalu Jhoni menjawabku “makasih semua pokoknya lu harus jadi penulis bestseller. Lu gak boleh berubah, gak usah sungkan main kerumah gua, dan klo ada masalah lapor aja ke bokap nyokap,  gua yakin mereka pasti bantuin lo karena uda nganggap anaknya sendiri. Benar kan pa ma? Ujar Jhoni kepada ortuanya demi meyakinkanku. “Ya Sayang gak usah kwahatir  papa sama mama janji akan menyayangi sahabat Jhoni seperti anak mama sendiri” jawab mama Jhoni dengan linangan air mata yang semakin deras. “Makasih ma pa  selamat tinggal buat semuanya yang kucintai”ujar Jhoni. Kemudian Jhoni meraih tanganku sambil berkata “terimakasih atas kebaikan lo maaf klo ada yang kurang berkenan selama persahabatan kita dan lu harus jadi penulis bestseller”. Lalu tiba-tiba dengan seulas senyum mata Jhoni tertutup dan mengmbuskan nafas terakhir. “Jhoni anakku jangan tinggalin mama. Mama gak bisa hidup tanpa kamu nak” ujar mama Jhoni sambil memeluk erat jasad anaknya. “Ma ma sabar” ma ujar papa Jhoni. Sahabatku telah pergi untuk selama-lamanya. Jhoni selamat jalan sahabatku.
Ke esokan harinya, pukul 12.00Wib Jasad Jhoni akhirnya dibakar sebagaimana tradisi penganut Budha. Malam harinya aku bermimpi melihat Jhoni kesepian tak berkawan. Sontak aku terkejut dan terbangun sambil berucap “Ya Allah sahabtku Jhoni mengahadap keharibaanMu dalam keadaan tidak beriman. Namun Engkau maha mengetahui, maha pengampun dia pernah mengingatkan hambaMu yang lemah ini di kala lalai untuk menunaikan perintahMu dan menggugah hatiku untuk membantu fakir miskin. Jadi terimalah sahabatku di sisiMu.Sesungguhnya Engkau maha Adil dan bijaksana.”
Setelah kepergian sahabatku Jhoni untuk selama-lamanya, hidupku terasa hambar, hampa bahkan semangat untuk hidup tak ada lagi. Tiada lagi momen kebersamaan, motivator, serta inspirsasi persahabatan seperti dulu. Namun wasiat terakhir Jhonilah  agar aku bisa meraih cita-citaku yang membuat semangat dan gairahku tumbuh kembali.
Seminggu setelah ketiadaan Jhoni, seluruh barang milik Jhoni dihibahkan papa mamanya kepadaku dan adikku Annisa. “Setiap aku melihat motor, laptop dan seluruh barang-barang anakku hatiku sangat sedih. Jadi saya dengan ikhlas menghadiahkannya kepadamu dan dik Nisa” ujar mama Jhoni yang bertamu kerumahku dengan suaminya. “Ya Nak terimalah bukankah selama ini kalian sudah menganggap Jhoni sebagai saudara” sahut papa Jhoni. “Benar Pak kami sudah sama-sama merasa seperti saudara dan kami sekeluarga merasa sangat kehilangan Jhoni” jawabku. “Jhoni memang anak yang baik dan dermawan” sambung umiku. “Terimaksai Bu” jawab mama Jhoni kepada umiku. Setelah menurunkan semua barang-barang Jhoni ortua Jhoni pamit kepada keluargaku dan berkata “ kamu dan dik Nisa serta keluarga jangan sungkan main kerumahya” ujar mama Jhoni. “Ya Bu terimakasih” jawabku.
Ke esokan harinya adikku Nisa membuka laptop peninggalan sahabatku Jhoni. Alangkah terkejutnya aku ketika adikku menangis histeris saat membaca catatan harian Jhoni yang tersimpan di my document yang berbunyi “Annisa adalah satu-satunya wanita yang kukagumi, seandainya saya seorang muslim saya akan berusaha menjadi kekasih hatinya hingga mempersuntingnya. Mungkinkah saya suatu hari nanti menjadi seorang muallaf”. Adikku memelukku dan menangis serta meminta maaf atas kecuekan dan kecurigaannya selama ini. Kala itu aku kembali teringat dengan memori persahabatanku dengan Jhoni. Kejadian di lampu merah dengan pengemis dan saat Jhoni mengingatkanku untuk salat di waktu berada di toko buku Kharisma. Kami sekeluarga merasa heran Jhoni mengetahui istilah muallaf. Lantas dalam hati kuberkata “Ya Allah seandainya Engkau memberikan kesempatan hidup kepada sahabatku Jhoni, mungkin dia akan sadar dan beriman kepadaMu”.    

CERPEN ROZIKIN "SAHABATKU"


Di Sumatera utara, tepatnya di Medan Marelan aku tinggal bersama keluargaku. Ayahku bernama Daud. Sosok yang sangat aku kagumi, hormati, dan aku segani. Di bawah terik sang surya tak pernah bosan mengayunkan cangkulnya membuat lahan yang subur untuk ditanami bayam dan sawi. Sang bunda yang akrab kusapa dengan sebutan umi seorang ibu rumah tangga sekaligus pegawai di suatu instansi pemerintahan di kotamadya Medan.Adikku Annisa kini duduk di bangku kelas tiga MAN yang juga aktif dengan kegiatan rohis. Aku sangat menyayangi adikku. Selain cantik, pintar, dan baik namun satu yang agak menjengkelkanku yakni tingkahnya yang rada ekstrem. Sahabatku Jhoni seorang blasteran penganut Budha yang membuatku penasaran dan membuat hidupku lebih berwarna dengan gaya hidupnya yang sama sekali tidak pernah terbetik di pikiranku.
Suasana pagi ini cukup cerah dan menyenangkan. Seperti biasa pukul 07.00 Wib rumahku sudah melompong sepi. Ayahku berangkat ke kebun, Ibu berangkat tugas, dan Annisa adikku berangkat ke sekolah. Adikku selalu menyalami dan mencium tangan Ayah,umi, dan tanganku sebelum berangkat ke sekolah. Aku salut dengan penghormatannya terhadapku. Pernah suatu hari kubilang “ngapainsih cium tangan kakak segala kayak anak TK aja”. Langsung spontan dia ngomel kayak ayam kehilangan induknya. “Emang kakak gak ridha Nisa cium tangannya, itu karena Nisa sangat menghormati kakak. Lagian kitakan saudara bukan nonmuhrim gak papa dong, payah deh ngomong ama orang sastra”. Langsung aja kutimpali “sorry dek gua becanda kok’. “Klo mau becanda ama kawan kakak aja si Jhoni itu ha ha ha”jawabnya.”Oke oke gua minta maaf  jangan diperlebar lagi”ujarku. “Emang Nisa mau telambat ke sekolah hanya gara-gara candaan kakak.’Nisa pamit ya kak”bantahnya kemudin berlalu.” Ya hati-hati, belajar yang rajin” jawabku. Aku berujar dalam hati “Alangkah sangarnya adikku namun aku merasa bangga dia tegas seperti itu”. Tapi lagi-lagi sifatnya yang terlalu berlebihan terhadap temanku Jhoni kurang mengenakkan bagiku.
 Sebenarnya aku gak mempermasalahkan Nisa mencium tanganku saat menyalamiku, namun pernah kejadian ketika kawanku Jhoni kebetulan menginap di rumahku karena tugas kuliah. Seperti biasa pagi sebelum berangkat ke sekolah Nisa menyalami ortuku kemudian masuk ke kamarku.” Assalamualaikum” Nisa ketuk pintu kamarku. “Waalikumsalam masuk” jawabku.Saat itu akulagi beres-beres kamar sedangkan Jhoni asyik baca novel. Nisa masuk kamarku” pamit ya kak”ujarnya menyalamiku sambil mencium tanganku. Setelah Nisa keluar langsung aja temanku Jhoni ngejek sambil bercanda “Wah hebat lo kaya bos juragan aja jaranglo adek manis yang uda gedek menghormati sampai segitunya”kata Jhoni. “Emang kenapa?” kubalas. “Gua merasa salut aja kayak anak ingusan aja”ujrnya. Memang kadang saya merasa risih juga adikku yang sudah gede bertingkah seperti anak ingusan dihadapan teman-temanku. Meskipun Nisa adik kandungku sendiri. Trus saya nyerocos bilang ke Jhoni “jangan-jangan Nisa cari muka di depan lo”. Dengan sedikit terkejut Jhoni berujar “gak mungkinlah Nisakan anak rohis gak mungkinlah”jawab Jhoni. Dalam hati gua menjawab “gua juga gak rela Adikku berempati ke lo kecuali lu udah dapat hidayah”.
******
Sekarang tinggal aku yang belum berangkat. Pukul 08.00 Wib aku salat dhuha. Setelah salat Dhuha aku berkemas kemudian baca cerpen Ayam sambil menunggu Jhoni untuk berangkat ke kampus. Pukul 08.30 Jhoni muncul dihalaman rumahku.”pagi berangkatyuk” sapa Jhoni. “Pagi, yuk aku juga uda beres”jawabku. Kemudian kami pergi ke kampus unimed. Pukul 12.00 kami sudah pulang dengan seabrek tugas kuliah yang lumayan banyak. Akhirnya Jhoni memutuskan nginap dirumahku untuk diskusi. Keesokan harinya, setelah beres-beres kamar aku mengajak Jhoni untuk sarapan. Kadang saya kurang enak juga sama ayah dan umi. Kalau Jhoni menginap di rumahku, aku gak bisa sarapan bareng-bareng. Ya maklum ajalah adikku yang manis tapi tegas melarang sarapan bersama. Akhirnya dengan terpaksa aku mengalah atas usul mama. “Udahlah daripada Nak Jhoni sarapan sendirian kan kasihan”. Meskipun dia bukan anggota keluarga diakan baik” ayahku menimpali. Memang aku salut dengan ortuku, di kala adikku memojokkanku umiku menengahinya dengan bijaksana. Emang sih ada benarnya juga omongan adikku Nisa, kita harus memelihara pandangan. “Makanya Jhon, jangan suka lirik-lirik adikku”. Seketika orang tuaku ketawa di suatu hari saat jhoni sarapan dengan orang tuaku saat itu Nisa adikku berkunjung kerumah pamanku di Marendal.
Begitulah kedekatannku dengan Jhoni. Meskipun dia seorang penganut Budha, dia adalah sahabat sejatiku. Tentunya di dunia lho bukan dunia akhirat. Saking dekatnya aku dengan Jhoni, ayahku sering menasihatiku.”meskipun Jhoni baik kamu harus waspada jangan-jangan ada udang dibalik batu”kata ayahku. Di saat itu umiku yang bijaksana menenangkanku. “Nak benar kata ayahmu, tapi bukan berarti kamu gak boleh temanan dengan nak Jhoni lho. Namun gak perlu seheboh Adikmu Nisa” kata umiku. Kontan aja kami bertiga ketawa. Aku gak heran dengan kekhawatiran ortuku. Mungkin karena saat ini banyak terjadi di kota-kota besar pendangkalan aqidah atau menganggap agama adalah hal yang remeh. Aku memang sangat dekat dengan Jhoni dan terus terang merasa betah dan lebih tertantang untuk menjalani kehidupan yang ganas ini. Bukannya saya tidak punya teman. Di kampus banyak temanku yang muslim baik cowok maupun cewek. Begitu juga dengan tetanggaku yang sebaya dengan aku. Namun si Jhoni ini sungguh unik dan misterius. Kejadian-kejadian yang kulalui dengan dia sering menjadi spirit,motivator, dan hikmah yang berharga buatku. Banyak momen-momen tak terlupakan saat bersamanya.
******
Pernah suatu keika kami jjs alias jalan-jalan sore menuju Gramedia pusat di Medan.Kebetulan disimpang empat jalan yang kami lalui lampu merah menyala. Saat kami menyeberang pengemis jalanan sudah standbay dengan mangkok aqua gelas atau kalengan. Menampung dan berharap diantara ratusan kendaraan baik roda dua, tiga maupun empat rela dan ikhlas menaruh uang ribuan atau paling tidak recehan di mangkuk yang mereka tadahkan. Namun sial memang sebagian besar orang kaya sudah gak punya rasa iba, bukannya memberi sumbangan malah bersikap acuh tak acuh, menutup jendela mobil bahkan yang lebih memprihatinkan lagi ada yang berucap “dasar pengemis jalanan buat macet aja”. Begitulah kota Medan metropolitan kesenjangan sosial makin bertambah nyata. Setelah menyeberang ada seorang ibu pengemis menghampiri kami. Wajahnya lebih tua dari umurnya.Ya mungkin karena menghadapi kegetiran hidup selama ini.”Nak minta rezeki dikit, tolonglah nak saya belum makan dari pagi”Ujar Ibu pengemis menghiba. Saat itu terjadilah hal yang tak pernah sebelumnya kubayangkan. Sambil merogoh kantong belakang Jhoni mengeluarkan dompet kemudian memberikan kepada ibu pengemis selembar uang yang menurutku lumayan banyak.Kini uang selembar merah senilai Rp 100.000 sudah berada di tangan ibu pengemis.dengan senang hati dan kontan ibu pengemis mau bersujud. Lagi-lagi kalimat yang membuat aku terharu keluar dari bibir Jhoni. “Tidak pantas seorang Ibu bersujud di kaki anaknya”ujar Jhoni. Dalam hati aku menimpali “ Jhoni benar bukankah surga berada di telapak kaki ibu”. Kemudian Jhoni memegang tangan ibu pengemis dan menyurunhnya membeli makanan.Ibu pengemis berterimakasi dan berlalu dari hadapan kami.
Beberapa menit kemudian kami sudah sampai di Gramedia. Sebagai seorang mahasiswa jurusan sastra mau  tidak mau kami harus menyerbu, melahap dan melumat buku-buku yang berbau sastra. Di sela-sela baca novel aku mencoba menanyakan kejadian di lampu merah tadi.”Jhon lo kasih uang sebanyak itu kepada ibu pengemis, mending beli buku.Lagian kata sebagian orang pengemis itu malas dan klo kasih uang banyak sama aja manjain orang itu”ujarku.
Aku terkejut dan terharu di saat Jhoni dengan  spontanitas menjawabku.”Apasih arti uang 100 rb buat gua.Mama papaku gak bakalan bangkrut dengan uang segitu. Bayangkan ibu pengemis itu belum makan dari pagi s.d sore sedangkan aku udah makan dua kali pagi dan siang ditambah jajan  makan pizza, martabak, dan gorengan.sementara ibu itu”. Entah kenapa tiba-tiba matanya sayu seperti mau menangis. Dengan sedikit keheranan gua mencoba mengusik kepeduliannya lagi.’Ibu pengemis itu kan gak ada hubungan apa-apa ama lo?”desakku. Kemudia Jhoni menjawab dengan jawaban yang membuatku sedikit tercengang”Emang sih gua gak ada hubungan apa-apa dengan ibu itu tapikan kami satu nenek moyang”.
Maksudloh gua tambah penasaran.”Benarkan, bukankah kita semua keturunan Atang (adam) dan Hawa”ujarnya. Kontan dalam hati aku bersyukur dan  bertanya-tanya “Alhamdulillah, subahanallah Maha besar Allah dengan segala ciptaanNya, seorang penganut Budha bisa berkata demikian. Kenapa saya dan teman-teman yang notaben muslim jarang bahkan tak ada yang peduli dengan keadaan mereka. Seandaiya orang kaya peduli seperti Jhoni mungkin pengemis tidak akan banyak bahkan tidak ada sama sekali.”Aku tersenyum kepada Jhoni sambil berucap”Lu emang sahabatku yang baik dan terunik”.
Peristiwa yang tidak kalah besar hikmahnya terjadi lagi menjelang detik-detik terakhir Jhoni menghadapi maut. Saat itu sabtu kebetulan hari libur nasional. Pagi-pagi saat beres-beres kamar handponku berdering, setelah kucek ternyata ada panggilan dari sahabatku Jhoni. Belum sempat ngucapin halo Jhoni uda salam duluan “pagi sobat”. Pagi Jhon jawabku antusias,karena sudah bisa kutebak Jhoni pagi-pagi di hari libur nelpon pasti ngajak main atau nongkrong di mall. Terus dia bilang “papa mamaku wekkend kepantai cermin”. Jadi kenapa lo gak ikut bareng”jawabku.” Ha itu dia masalahnya yang pigi Cuma pejabat teras perusahaan aja. Oya lu gak ada tugas dari ayah umikan, ntar kita pigi ke medan fair yuk udah lama kita gak singgah di toko buku Kharismakan”kata Jhoni. “Gak melesetkan dugaankun” tuturku dalam hati. “Ya Gua bisa tapi jam 10-an ya soalnya kami sekeluarga lagi goro s.d jam 9”jawabku.
Kebetulan aku juga mau gabungGoro deh soalnya papi mami uda berangkat dari pagi, bibik ama tukang kebon sibuk, suntuk gak ada kawan ngobrol”kata Jhoni. “Gimanaya” jawabku entah Jhoni tahu kekhawatirannku terhadap adikku Annisa tiba-tiba Jhoni menjawab “minta izin aja dulu ama adiklo klo gak dikasih izin gak apa-apa juga” jawabnya dengan nada mengalah. Kasihan Jhoni sebenarnya dia sudah menganggap adikku seperti adiknya sendiri namun sayang Annisa terlalui mencurigainya. Beruntunglah Jhoni maklum “mungkin karena Nisa masih remaja kaliya” jawabnya suatu waktu.” Oke deh klo gitu ntar 10 menit lagi kutelpon lu gimana keputusan Nisa ya”jawabku . “Makasih ya sobat”kataJhoni .”Sama-sama Jhon”. Jawabku mengakhiri percakapan. Kemudian aku melanjutkan beres-beres kamarku.
Setelah beres-beres kamar aku menuju ruang tamu . Ayah lagi minumkopi. umi menyiapkan sarapan sedangkan adikku yang judes belum kelihatan batang hidungnya. “Kemana dia pagi-pagi gini”ujarku dalam hati. Karena udah gak sabar mau jumpa adikku lalu kutanya sama ayah “Yah dik Nisa kemanaya”? “mungkin didapur kali bantuin umimu”jawab ayah.”Makasih yah” jawabku. Kemudian aku menuju dapur dan bertanya kepada umi “ mi dik Nisa kemana ya”? “lagi bersihin kamarnya”jawab umiku.”makasih Mi”jawabku. kemudian aku menuju kamar adikku “Assalamualaikum” sambil mengetuk pintu “waalikum salam masuk kak”jawabnya dari dalam. Ternyata umi benar adikku lagi beres –beres kamar .meja sudah berkilat dilap, rak buku sudah dirapikan ,kain gorden sudah diganti dan boneka kesayangan udah ditata sedemikian rupa.”Wah adikku ternyata  berjiwa seni juga ya” pujiku .”ha ha kakak bisa aja”jawab adikku. “Kak ada apa ya keknya ada hal yang penting yang mo kaka sampain?”tanya Annisa.” Emang sih tapi”jawabku agak gugup.”tapi apa kak “selidik adikku. Terus terang dari awal aku uda ngeri sendiri nanya ke adikku hal-hal yang berbau Jhoni karena uda bisa kutebak pasti jawabannya gak sesuai dengan yang diharapkan. Namun aku harus memberanikan diri. Jangan s.d handponku berdering dari Jhoni sebelum aku dapat jawaban adikku. Lagipula gak enak gak tepati janji. Terus kuberanikan diri”Gini dek Jhoni mau kerumah ki..ta”.Belum selesai aku ngomong adikku udah protes kayak singa yang kelaparan mau menangkap mangsa “kenapa sih harus Jhoni apa gak ada kawan kakak yang lain?hujat adikku. “Banyak tapi gak ada yang sebaik Jhoni” jawabku agak membentak. Sebenarnya aku tidak mau bersuara keras di depan adikku tapi karena adikku bersikap kurang sopan yakni aku belum siap bicara dia uda jawab. Meskipun aku tahu pasti Annisa khilaf.Untunglah ayah sudah bangkit dari ruang tamu sehingga tidak ketahuan aku ribut dengan adikku. “Maaf ya kak bukannya aku gak suka ama kawan kakak tapi  klo dia mau ke rumah hari ini ada syaratnya” kata Nisa. “ada-ada aja adikku ini” dalam hati. “Ha syarat apaan” tanyaku penasaran. Jhoni gak usah ikut bersih-bersih  dihalaman. Nisa gak enak ama temen-temen rohis tetangga “jawabnya mencoba menjelaskan dengan nada menghiba. Akhirnya aku luluh juga dan berkata “kakak juga minta maaf, Jadi boleh Jhoni ke rumah kan” jawabku senang. “Oke kakak ngerti dan maklum kok posisi  dik Nisa. Klo gitu kakak telepon Jhoni duluya”jawabku .
kemudian setelah keluardari kamar adikku aku langsung menghubungi sahabatku via handphone. “Halo Jhoni”sapaku. “Halo sobat” jawab Jhoni .belum sempat memberitahukan jawaban adikku Jhoni sudah langsung menebak-nebak “pasti adikmu gak kasih izin kan?” Ujarnya .lalu kujwb “lu salah besar”jawabku.dia terkejut dan berkata “Hah lu pake jurus apa sampe adiklo tumben gak marah”.”ada deh tapi rada ribet nih pake  syarat segala kata adikku”jawabku.” Apaan syaratnya” ujar Jhoni “ Lo gak boleh bantuin ntar waktu bersihin halaman”jawabku.” Kok gitu” balas Jhoni sedikit keheranan.Karena pulsaku lagi pas-pasan sehingga tidak mungkin kujelasin panjang lebar akhirnya kujawab”ya pokoknya gitu deh”. “Ya udahlah  daripada sama sekali gak diizinin adiklo datang, mending gini aja” jawabnya dengan nada mengalah. Dalam hati aku berucap “kasihan Jhoni padahal dia sangat baik dan menghargai adikku, tapi sayang  adikku terlalu mencurigainya”.”Udah dulu ya kututup teleponnya”ujarku.” Buru-buru amat sih mo habis pulsanya ya  tenang aja ntar ku isiin”jawab Joni sambil mengejek.” ketahuan deh” dalam hatiku akhirnya kujawab dengan berpura-pura “ oh gak aku dipanggil umi”. Sebenarnya gua gak enak juga karena selama ini Jhoni sering transfer pulsa ke no handponku.  “Ya udah sampe jumpa dirumah lo ntar kita isi nanti pulsanya,  makasihya sobat” katanya.  “Sama-sama Jhon” jawabku kemudian menutup handponku.
Setelah sarapan aku, ayah, umi, dan dik Nisa mulai gotong royong alias bersih-bersih pekarangan rumah. Ayah naik genteng atap membersihkan dedaunan akasia yang berjatuhan, Dik nisa mencabuti rumput, Umi menanam dan menyirami bunga sedangkan aku korek parit yang di penuhi daun akasia. Lagi asyik gotong royong tiba-tiba sahabatku Jhoni muncul mengendarai motor.” Pagi pak, Bu” salamnya dengan ramah.Lalu ayahku turun kemudian Jhoni menyalamiku ayah dan ibu. Sewaktu Jhoni menyalami dan mencium tangan umiku entah kenapa tiba-tiba aku teringat dengan kejadian lucu dua tahun yang lalu. Saat itu aku baru tingkat semester satu, adikku kelas satu Man dan sudah aktif di kegiata rohis. Seperti biasa dua kali seminggu kami  sekeluarga lari pagi  marathon di lapangan merdeka. Selama 1,5 jam kami berkeliling mengitari lapangan. Tiba-tiba keluargaku bersua dengan Jhoni yang kebetulan berolahraga dengan naik sepeda. Orang tuaku memang sudah akrab dengan Jhoni. “Pagi pak, bu”ujarnya kala itu, kemudian menyandarkan sepedanya dan menuju orang tuaku untuk menyalami mereka. Kemudian Jhoni menyodorkan tangannya ke arah adikku. Ya bisa ditebak dong apa yang terjadi. Tentu saja adik manisku Annisa sebagai anak yang aktif di kegiatan rohis tidak mau membalas jabatan tangan Jhoni. “Kenapa?”Jhoni keheranan kemudian dengan nada bercanda “Adiklo cantik tapi sombongya” ujarnya.  ortuku tertawa dan melanjutkan lari paginya disusul Annisa. Kemudian aku menarik tangan Jhoni dan menjelaskan rasa keheranannya. “Dalam agama islam dilarang berjabatan tangan antara pria dan wanita, makanya adikku ogah salaman ama lo”ujarku.”Trus sama umimu gimana”tanyanya . “Umiku uda uzur dan udah tua kali gak papa”. Jawabku.”Trus lu ama Nisa?”tanya Jhoni.”Kami sah sah aja dong karena kami muhrim”jawabku.” Maksudloh”tanya Jhoni. “ muhrim itu adanya hubunga sedarah dalam pertalian keluarga jadi gak masalah “jawabku. Wah hal-hal yang selama ini kuanggap sepele ternyata diatur dalam keyakinan lo salut gua.Gua minta maaf gak tahu dan uada bilangin Nisa tadi sombong.Tapi Ortulo kok ketawa ya?” ujar Jhoni keheranan. “Itu tandanya ayah dan umiku ngerti dan maklum bahwa lo gak tahu. Klo emang lo tahu mana mingkin lo berani nyodorin tangan ke adikku benarkan?”jawabku. “Ya iyalah siapa juga yang berani ama adik manis lo ha ha.Gua janji bakal ingat selalu penjelasan lo” ujar Jhoni.
****
Alhamdulillah, penjelasanku dua tahun yang lalu masih diingatnya. Jhoni tidak mengulurkan tangan ke Annisa yang berada tepat disamping umiku, tapi Cuma menyapa “pagi Nisa apa kabar?”. Pagi, baik” jawab Nisa sekenanya. Cukup tegas, padat dan singkat. Kadang melihat percakapan Jhoni dengan adikku ayah umiku merasa geli dan lucu. Tapi ortuaku maklum mungkin karena usia Nisa masih remaja jadi pemikirannya belum begitu matang sehingga kesannya kelihatan cuek dan ketus. Padahal sebenarnya Adikku Nisa anak yang baik, ramah dan peduli.
“Ajak nak Jhoni masuk” kata umiku. “Ya mi” jawawabku. “Nak Jhoni uda sarapan?”tanya umiku lagi.”Udah Bu” jawab Jhoni.Setelah itu aku masuk dengan Jhoni dan mempersilahkannya duduk di ruang tamu.”Umimu baik bangetya sama kayak mamaku yang di rumah” ujarnya sambil duduk. “Ya semua ibu pasti baiklah” jawabku. “Ku tinggal ya” jawabku. “Gak enak juga aku ini
Masa kalian kerja diluar gua enak-enakan disini cuman nonto TV. Sorryya gak bisa bantuin”ujar Jhoni.” Gak papa kali, tamukan raja lagian daripada adikku ngomel kan gawat” jawabku.”Lu bisa aja. ya udahlah  selamat bekerja aja” jawabnya sambil tersenyum.”Oke deh” jawabku dengan hati  lega.
Kemudian aku tinggal Jhoni di ruang tamu dan menuju anggota keluargaku yang asyik mencabuti rumput dan merapikan taman. Begitu bergabung, kudengar adikku mengomel “ngapain sih umi nanya sarapan segala. Diakan orang kaya pastilah udah sarapan di rumah mewahnya sono”celoteh adikku.”Emang kenapa? kok adik pula yang sewot” balasku. “Ha ha mentang-mentang kawan kakak”balas adikku pula.”Udah jangan ribut” kata ayah. Kemudian umi merapat ke adikku dan berkata”Nak kita harus menghagai dan menghormati sesama manusia bagaimanapun latar belakangnya. Bukankah kita sama dihadapanNya. Umi gak bela siap-siapa yang pasti yang jahat aja harus kita sadarkan dengan kebaikan apalagi nak Jhoni meskipun dia beda agma dengan kita tapi kalau dia baik kita juga harus baik terlebih-lebih dia tamu kita”.” Maaf ya unmi Annisa khilaf” ujar adikku. Dalam hati aku berujar sambil bersyukur “Alhamdulillah alangkah bijaknya umiku, dikala anak-anaknya ribut dengan suatu persoalan umiku menjelma sebagai seorang hakim yang adil. Seandainya semua Ibu seperti umiku pasti dunia ini tentram, tak ada anak yang nakal.
Pukul 08.30 Wib gotong royong pekarangan rumah sudah selesai. Annisa langsung masuk kamar untuk istrahat sejenak.” Ada rencana keluar main ya Nak Jhoni” sapa umiku.” Iya Bu mau ke medan fair uda lama gak singgah di toko buku Kharisma”jawab Jhoni dengan penuh hormat.” Berarti Annisa harus ikut sama kita dong ke rumah nenek kan gak mungkin tinggal sendirian di rumah. Suruh adikmu bersiap-siap “ kata ayah kepadaku. Kemudian aku menyuruh adikku siap-siap untuk berangkat kerumah nenek.
Pukul 09.00Wib ayah,umi dan adikku berangkat ke rumah nenek. Salam buat nenek ya umi besok sore saya main ke rumah nenek sama Jhoni ucapku. Kami berangkat “Hati-hati di jalan nanti jangan ngebut ya nak Jhoni” kata umiku berpesan saat berangkat. “Ya Bu” jawab Jhoni.
Kini tinggal aku dan Jhoni di rumah.” Aku mandi dulu ya biar berangkat terus” ujarku pada Jhoni .”Ya udah aku uda bereskok tinggal lu” jawabnya. Setelah aku siap kami berangkat ke medan fair dengan motornya Jhoni. Begitu sampai di mall Jhoni uda ngajak aku ke counter hp untuk isi pulsa.” Pulsamu pasti lagi bokek karena tadi lama nelpon aku” ujar Jhoni. “Lu tahu aja makasih ya”balasku. Setelah capek mondar mandir di mall Jhoni mengajak aku makan siang. “perutku uda keroncongan nih, mau kuajak makan surfrise”katanya bersemangat.”Maksudloh” jawabku dengan nada tanya dan keheranan karena Jhoni sering ngajak aku makan di luar tapi gak pernah dengan kata-kata surfrise.” ada-ada aja si Jhoni ini”dalam hatiku. Pokoknya kamu boleh pilih menu apa aja ujar Jhoni. “Ya uda deh terserah lo aja akupun uda laper juga nih”jawabku sekenanya.
Kemudian Jhoni mengajak aku makan siang di retoran mewah ayam goreng kalasan. Begitu masuk restoran semua karyawan sudah menunduk memberi hormat kepada Jhoni. “Siang mas Jhoni silakan” sapa kasir dengan ramah. “Mas ini buku menunya ,Oya tuan dan Nyonya gak ikut?” tanya karyawan . “Oh gak lagi weekend makanya gua ajak temen gue” jawab Jhoni. “ Lho kok bengong,  tulis aja menu yang lo suka” katanya kepadaku yang memang lagi keheranan. “Kenapa semua karyawan hormat banget ama lu trus kok kasirnya tahu nama lu nanya bokap nyokap lu segala lagi” jawabku. “Restoran ini punya tanteku makanya kita disini makan gratis” jawab Jhoni. “Oh gitu” sambil menutup mulut agak terkejut.”Lu terkejut”jawab Jhoni. Jhoni tahu kalau aku terkejut, dalam hatiku berujar sendiri “Alangkah begonya aku wajar dong keluarga Jhoni punya restoran mewah. Kecuali emang keluargaku, boro-boro punya restoran mewah rumah aja baru lunas kredit dari bank”. “Gua pesan sea food, ayam goreng,dan cap cai trus minumnya jus stroberi” lu pesan apa tanya Jhoni .”Sama aja deh” jawabku. “Mbak pesanannya nih doubelya” kata Jhoni. “Ya mas” jawab pegawai restoran. Sambil menunggu makanan “Enak ya jadi orang kaya bisa punya restoran mewah kayak gini”ujarku. “Makanya belajarnya yang tekun biar bisa jadi penulis best seller, ntar lebih dari ini lu juga bisa” jawab Jhoni menyemangatiku.” Amin semoga terkabul deh” jawabku. Sesaat kemudian pesanan sudah di hidangkan pegawai sambil berkata “Mas jangan malu-malu klo kurang jangan sungkan-sungkan”. “Ya makasih” jawab Jhoni. Kemudian kami menikmati makan siang kami dengan tenang.
Setelah makan siang barulah kami ke toko buku Kharisma. Di saat keluar restoran receptionist berkata” terimakasih Mas, Bos sering nanya klo sabtu minggu apa Mas Jhoni datang kemari”. “Ya sama-sama” jawab Jhoni. “ Tante lu baik banget ya, trus selama ini kok gak makan di sini aja  ” ujarku pada Jhoni saat menuju toko buku.”iya mungkin karena tanteku gak punya anak tapi gua gak nyaman dengan perlakuan pegawainya seolah-olah saya lebih dari raja” jawab Jhoni.”alangkah baiknya kamu Jhon meskipun keluarga kelas elit tapi gaya hidup lo penuh dengan kesederhanaan” tuturku dalam hati. “Oya gua pernah cerita tentang lo dan tanteku pengen kenal ama keluarga lo tapi sayang dia lagi mudik ke China ntar klo uda balik gua kenalinya” tanya Jhoni.”Boleh , Kasihan juga ya kaya tapi gak punya anak” jawabku dengan nada mengiba.
Setelah sampai di toko buku kami cari buku yang hendak  dibaca. Setelah menemukan buku masing-masing kami menuju bangku di sudut ruang toko untuk membaca. Saat itu pukul 13.00 Wib. Saat asyik baca Entah aku lalai karena terlalu kenyang tiba-tiba Jhoni berkata “lu udah salat”  Jhoni bertanya.” Oh iya aku lupa”jawabku. “buruan biar ku tunggu disini aja” balas Jhoni. “Ku tinggal bentarya” jawabku kemudian berlalu dari Jhoni. Dalam perjalana menuju tempat berwuduq dalam hati aku istugfhar dan berkata “Subahanalloh di kala aku asyik baca buku dan lalai tiba-tiba sahabatku yang non muslim mengingatkan akan kewajibanku shalat zuhur, gua gak nyangka Jhoni berkata seperti itu. Padahal selama ini teman-teman muslimku tidak ada yang mengingatkanku untukk salat malah ada yang menunda-nunda seperti saat diskusi minggu kemarin dengan aldi, ryan dan doni. “Gua mau salat dulu ya” ujarku sambil permisi saat itu. trus mereka kontan menjawab “udahlah habis diskusi aja kan tanggung nih 1 jam lagi”. Aku mau jawab” emang kalian jamin aku hidup satu jam ke depan lagian diskusinya kan bisa disambung  habis sholat yang Cuma lima menitan”.Tapi udahlah kutahan aja dengan
rasa jengkel. Lagi pula buang-buang energi berdebat dengan mereka”.
Setelah berwuduk aku menuju mushalla kemudian salat zuhur. Seusai salat Tidak lupa aku berdoa memohon ridhaNya dan berharap sahabatku Jhoni diberi hidayah olehNya. Kemudian aku menuju toko buku di lantai dua tempat Jhoni menungguku. “Gak bosan nungguin aku kan?” candaku kepada Jhoni setelah sampai. Entah kenapa raut wajahnya agak pucat. “Jhon muka lu kok pucat keringatan gitu padahalkan ruangan disini kan dingin” tanyaku keheranan. “Gak papa pulang yok”jawabnya tak bersemangat. Ketika bangkit dari kursi jhoni kelihatan oleng tidak bisa menjaga keseimbangan tubuhnya. “Jhon, lu baik-baik ajakan” ujarku sedikit khawatir. “Ah gak papa” dengan raut wajahnya yang makin pucat pasi. Gua tuntunya tawarku “makasih sorry uda ngerepotin lo” jawabnya. “Udah gak papa yuk pelan-pelan turun ujarku. Beruntunglah badanku lebih besar dari Jhoni sehingga tidak begitu susah menuju pelataran parkir.
 Setelah sampai di pelataran perkir posisi kami bergantian. Aku takut jika Jhoni yang mengendarai motor tiba-tiba pusingnya kambuh hingga menyebabkan kecelakaan. “Jhoni kita kemana, ke rumahlo atau rumah gua?” tanyaku sedikit kwahatir. Ke rumah lo aja, lu gak usah panik gitu deh, ntar langsung telepon dokter Haris”. jawab Jhoni lesu. “Ya udahlah klo gitu, lu pegangan yang kuat ya” jawabku. “Baik bos” ujar Jhoni berusaha tersenyum sambil menggidik pinggangku. Begitulah Jhoni di saat kesakitan masih bercanda dan bersikap sabar.
Setelah sampai di rumahku, kuparkirkan motor Jhoni di bawah pokok akasia halaman rumah. Saat kutuntun Jhoni masuk rumah tiba-tiba burgh Jhoni terjatuh. “ Jhon lu gak apa-apa”tanyaku sedikit panik. Ya karena selama ini Jhoni tidak pernah mengalami hal-hal seperti ini. Bahkan Jhoni selalu tampil bugar berkat rutin fitnes. “Soryya uda ngerepotin lo, ni handponku lo hubungin trus dokter haris gu.... gu...a uda gak tahan .sakit” kemudian tiba-tiba jhoni tak sadarkan diri. Setelah membuka kunci pintu rumah aku  memasukkan Jhoni ke dalam kamarku. Setelah Jhoni ku baringkan, cepat-cepat kutelepon dokter Haris sesuai perintah Jhoni tadi.
“Halo” sapaku “ya halo mas Jhoni”jawab dokter. “maaf ni temannya, Jhoni pingsan di rumah saya Jl Melati no 10 pak dokter” ujarku menjelaskan.”Hah saya segera kesana, makasih dek”.jawab dokter Haris terkejut. “sama-sama pak” jawabku  sambil menutup perbincangan. Saat menunggu dokter Haris kulihat kening Jhoni bercucuran keringat karena kepanasan. Di kamarku Cuma ada kipas angin. “Mungkin klo di rumah Jhoni gak bakalan seperti ini” ujarku dalam hati. Sambil sesekali mengkompresi kening Jhoni kudengar ucapan salam. “Assalamualikum”ujar dokter Haris.Waalaikumsalam” jawabku sambil keluar kamar. Ternyata dokter keluarga Jhoni muslim .” Masuk Pak. Pak dokter ya?” Tanyaku.”Ya benar, saya dokter Haris gimana mas Jhoninya?” tanya dokter haris khawatir. “Jhoni masih pingsan dok di kamarku”jawabku menjelaskan.
Kemudian dokter Haris masuk kamar dan memeriksa Haris. “Oya mama papa Jhon uda tahu” tanya dokter Haris setelah memeriksa keadaan Jhoni. “Belum dok, ortu Jhon lagi wekkend ke luar kota” jawabku. “Ya uda klo gitu saya langsung telepon aja papa Jhoni, saya kwahatir kondisi fisiknya yang terus melemah”ujar dokter Haris. “Ya benar dok saya juga takut karena selama ini Jhoni gak pernah ginikan dok” jawabku. Lalu dokter Haris mengeluarkan handpon dari kantong celana “Halo siang pak,Ini dokter Haris”  sapa dokter . “Ya Siang ada apa dok “tanya papa Jhoni. “Gini pak, Mas Jhoni tiba-tiba pingsan mungkin kecapekan Pak ,setelah saya periksa kondisinya sangat lemah pak” ujar dokter menjelaskan. “Ya tuhan anakku, ya Dok kami segera pulang terimakash” jawab papa Jhoni. Sama-sama Pak jawab dokter Haris kemudian menutup handpon.
 Setelah dokter Haris memberitahukan ortua Jhoni aku memberanikan diri bertanya kepada dokter Haris. “Pak dok kenapa tadi tiba-tiba Jhoni keringatan dan pusing di toko buku padahal di sana kan sejuk karena ber AC terus pingsan setelah sampai di rumah?” tanyaku. “Maaf dek, riwayat kesehatan Jhoni memang bermasalah. Dia dilahirkan dengan kondisi prematur. Dua tahun yang lalu Jhoni divonis menderita kanker”jawab dokter Haris menjelaskan. “Astagfirullohaajim, tapi... tapi.... kenapa tidak berobat ke luar negeri pak Singapura misalnya.Bukannkah keluarga Jhoni mampu?” tanyaku tidak percaya. “Semua usaha telah dilakukan bahkan dokter USA menyerah dengan kondisi Jhoni. Ya begitulah Cuma doa dan mukjijat dari TYMK yang bisa menolongnya”jawab dokter Haris dengan nada pasrah. “Ya Allah berilah kesempatan pada sahabatku untuk hidap” ujarku dalam hati.
“O ya kamu kakak Annisa ya?” tanya dokter Haris. “Ya benar dok, kok bisa tahu” tanyaku sedikit keheranan. “Jhoni pernah cerita dia punya sahabat akrab yang berkeluarga taat dan disilin. Trus sahabatnya itu punya adik yang cantik bernama Annisa. Syukurlah Jhoni gak salah pilih teman dan saya sebagai dokter keluarga Mas Jhoni berterimakasih sudah mau bersahabat dengannya” jawab dokter Haris. “Sama-sama Pak, saya juga senang punya sahabat baik kayak Jhoni” jawabku.
“Pak dok gimana dengan ortua Jhoni” tanyaku. “InsyAllah ortuanya sampai pukul 16.00 Wib sekarang kita gotong Jhoni ke dalam mobil saya, motornya kamu yang bawa” jawab dokter Haris. “Ya pak kasihan Jhoni di sini kepanasan di rumahnya pasti lebih nyaman” jawabku.
Di luar keluargaku sudah pulang dari rumah nenek. “Umi mobil siapa yang parkir di halaman rumah kita” tanya Annisa. “Mungkin mobil Nak Jhoni kali” jawab ayahku. “Bukannya nak Jhoni naik motor tadi pagi” sambung umiku.
Setelah sampai di pintu “Assalamualaikum” ujar umiku. “Waalikumsalam”jawabku dengan dokter Haris sambil mengangkat Jhoni menuju mobil. Anggota keluargaku masuk “Nak Jhoni kenapa” tanya umiku terkejut begitu juga dengan ayah dan adikku. “Jhoni pingsan umi sepulang dari mall” jawabku. “Tenang Bu mungkin Jhoni kecapekan” jawab Dokter Haris menenangkan keluargaku. “Bu kami pamit dulu mau bawa Jhoni ke rumahnya” ujar dokter Haris.”Ya umi saya mau bawa motor Jhoni” jawabku. “Hati-hati nak” jawab umiku.
Dokter Haris meluncur ke rumah Jhoni, aku mengikuti dari belakang.  Saat kami sudah sampai di halaman rumah Jhoni, Bik Aida tergopoh-gopoh menuju kami “ Pak dok kenapa dengan den Jhoni” tanyanya. “Mas Jhoni pingsan”jawab dokter Haris. “Tuan dan nyonya uda tahu dok?” Tanya bik Aida dengan raut sedih. “Udah kok Bik InsyaAllah bentar lagi sampai kerumah” jawabku meyakinkan. “Ya udah kita bawa Mas Jhoni ke kamarnya” kata dokter . “Ya dok kamarnya di lantai dua uda beres kok” jawab bik Aida.
Aku dan dokter Haris mengangakat Jhoni menuju kamarnya di lantai dua. Alhamdulillah keringat Jhoni sudah berhenti. “benarkan Jhoni kelihatan lebih nyaman dari pada di rumahku” ujarku dalam hati. Pukul 15.50 Wib terdengar suara tangis di tangga menuju kamar Jhoni. Ternyata ortua Jhoni sudah sampai, syukurlah gumamku dalam hati. “Jhoni anakku, kenapa denganmu nak? jangan tinggalin mama” ujar mama Jhoni sesenggukan.
Ma tenang ma Jhoni kecapekan aja kok jawab papa Jhoni menenangkan sambil memeluk istrinya.” Dokter....dok selamatkan anakku”ujar mama Jhoni dengan suara tangisan yang makin menyayat hati. “Sabar mi, ingat pesan dokter ahli USA itu” jawab papa Jhoni karena dokter Haris tidak kuasa menjawabnya. Akhirnya dengan bijaksana dokter Haris berkata “Nyonya kita berdo pada tuhan yang maha kuasa semoga mas Jhoni cepat pulih” . “ Bertahanlah anakku” jawab mama Jhoni.
Pukul 16.20 Wib, Jhoni Alhamdulillah udah sadarkan diri. “Ma ...ma. Pa...pa..” ujar Jhoni sedikit parau. “Anakku Jhoni kau uda sadar sayang, jangan tinggalin mami” jawab mama Jhoni. “Ma pa maafin Jhoni ya” ujar Jhoni tiba-tiba. “Jhoni anak yang baik, papa bangga punya anak kayak Jhoni” ujar papa Jhoni dengan linangan air mata. “Anakku kau harus bertahan mama gakbisa hidup tanpa Jhoni” sambung mama Jhoni.
Semua yang ada dikamar Jhoni menangis. Entah kenapa aku merasa takut seolah ada firasat “jangan-jangan Jhoni.. ah..ah  tidak.... tidak mungkin Jhoni pasti bisa bertahan” ujarku dalam hati dengan optimis. “Hai sobat lu kok cengeng gitu, gimana mau jadi penulis bestseller” sapa Jhoni bercanda terhadapku dengan wajah senyum yang dipaksakan. “Jhoni lu harus kuat. “Lu uda janjikan mau lihat kita sama-sama berhasil” jawabku sambil memegang tangan Jhoni. Kok “ayah dan umimu kok gak ada” tanya Jhoni. Kemudian mama Jhoni segera menyuruh sopir untuk menjemput keluargaku. Akhirnya kutelefon Adikku harus ikut dan memohon pengertiannya karena aku takut sekali dengan keadaan Jhoni saat ini. Saya yakin Jhoni pasti mau minta maaf karena dia sudah menganggap keluargaku seperti keluarganya sendiri.
Pukul 16.30 Wib, ayah, umi, dan adikku sudah berkumpul di kamar Jhoni. “Kenapa nak, mana yang sakit” sapa umiku menghibur Jhoni. “Bu, pak Jhoni minta maaf” ujar Jhoni. Tak kuasa ayah, ibu bahkan adikku Annisa yang selama ini sangat cuek terhadap Jhoni juga ikut menagis. “Jhoni anak yang baik bapak bangga dengan nak Jhoni” jawab ayahku. “Dik Nisa kak Jhoni minta maaf ya mungkin selama ini bayak yang tidak berkanan dengan kehadiran kak Jhoni” ujar jhoni kepada adikku. Adikku tak kuasa manjawab malah memelukku sambil menangis. “Uda deh lu gak ada yang salah,  kami semua  sayang dan bangga ama lo trus klo lu salah ama kami kami uda maafin kok” jawabku dengan suara tangisan yang tidak bisa kusembunyikan lagi.
Lalu Jhoni menjawabku “makasih semua pokoknya lu harus jadi penulis bestseller. Lu gak boleh berubah, gak usah sungkan main kerumah gua, dan klo ada masalah lapor aja ke bokap nyokap,  gua yakin mereka pasti bantuin lo karena uda nganggap anaknya sendiri. Benar kan pa ma? Ujar Jhoni kepada ortuanya demi meyakinkanku. “Ya Sayang gak usah kwahatir  papa sama mama janji akan menyayangi sahabat Jhoni seperti anak mama sendiri” jawab mama Jhoni dengan linangan air mata yang semakin deras. “Makasih ma pa  selamat tinggal buat semuanya yang kucintai”ujar Jhoni. Kemudian Jhoni meraih tanganku sambil berkata “terimakasih atas kebaikan lo maaf klo ada yang kurang berkenan selama persahabatan kita dan lu harus jadi penulis bestseller”. Lalu tiba-tiba dengan seulas senyum mata Jhoni tertutup dan mengmbuskan nafas terakhir. “Jhoni anakku jangan tinggalin mama. Mama gak bisa hidup tanpa kamu nak” ujar mama Jhoni sambil memeluk erat jasad anaknya. “Ma ma sabar” ma ujar papa Jhoni. Sahabatku telah pergi untuk selama-lamanya. Jhoni selamat jalan sahabatku.
Ke esokan harinya, pukul 12.00Wib Jasad Jhoni akhirnya dibakar sebagaimana tradisi penganut Budha. Malam harinya aku bermimpi melihat Jhoni kesepian tak berkawan. Sontak aku terkejut dan terbangun sambil berucap “Ya Allah sahabtku Jhoni mengahadap keharibaanMu dalam keadaan tidak beriman. Namun Engkau maha mengetahui, maha pengampun dia pernah mengingatkan hambaMu yang lemah ini di kala lalai untuk menunaikan perintahMu dan menggugah hatiku untuk membantu fakir miskin. Jadi terimalah sahabatku di sisiMu.Sesungguhnya Engkau maha Adil dan bijaksana.”
Setelah kepergian sahabatku Jhoni untuk selama-lamanya, hidupku terasa hambar, hampa bahkan semangat untuk hidup tak ada lagi. Tiada lagi momen kebersamaan, motivator, serta inspirsasi persahabatan seperti dulu. Namun wasiat terakhir Jhonilah  agar aku bisa meraih cita-citaku yang membuat semangat dan gairahku tumbuh kembali.
Seminggu setelah ketiadaan Jhoni, seluruh barang milik Jhoni dihibahkan papa mamanya kepadaku dan adikku Annisa. “Setiap aku melihat motor, laptop dan seluruh barang-barang anakku hatiku sangat sedih. Jadi saya dengan ikhlas menghadiahkannya kepadamu dan dik Nisa” ujar mama Jhoni yang bertamu kerumahku dengan suaminya. “Ya Nak terimalah bukankah selama ini kalian sudah menganggap Jhoni sebagai saudara” sahut papa Jhoni. “Benar Pak kami sudah sama-sama merasa seperti saudara dan kami sekeluarga merasa sangat kehilangan Jhoni” jawabku. “Jhoni memang anak yang baik dan dermawan” sambung umiku. “Terimaksai Bu” jawab mama Jhoni kepada umiku. Setelah menurunkan semua barang-barang Jhoni ortua Jhoni pamit kepada keluargaku dan berkata “ kamu dan dik Nisa serta keluarga jangan sungkan main kerumahya” ujar mama Jhoni. “Ya Bu terimakasih” jawabku.
Ke esokan harinya adikku Nisa membuka laptop peninggalan sahabatku Jhoni. Alangkah terkejutnya aku ketika adikku menangis histeris saat membaca catatan harian Jhoni yang tersimpan di my document yang berbunyi “Annisa adalah satu-satunya wanita yang kukagumi, seandainya saya seorang muslim saya akan berusaha menjadi kekasih hatinya hingga mempersuntingnya. Mungkinkah saya suatu hari nanti menjadi seorang muallaf”. Adikku memelukku dan menangis serta meminta maaf atas kecuekan dan kecurigaannya selama ini. Kala itu aku kembali teringat dengan memori persahabatanku dengan Jhoni. Kejadian di lampu merah dengan pengemis dan saat Jhoni mengingatkanku untuk salat di waktu berada di toko buku Kharisma. Kami sekeluarga merasa heran Jhoni mengetahui istilah muallaf. Lantas dalam hati kuberkata “Ya Allah seandainya Engkau memberikan kesempatan hidup kepada sahabatku Jhoni, mungkin dia akan sadar dan beriman kepadaMu”.