Selasa, 05 April 2011

LINGUISTIK UMUM (GENERAL LINGUISTIQUE).



1.Pengertian Linguistik.
Linguistik adalah ilmu tentang bahasa atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajian, seperti dikatakan (Martinet 1987:19), telaah ilmiah mengenai bahasa.
Kata linguistik berasal dari bahasa latin LINGUA. Dalam bahasa Inggris Linguistique, bahasa Spanyol Lengua,dalam bahasa Prancis Langue atau Langange.
Langue mengacu pada suatu sistem bahasa tertentu sifatnya lebih abstrak, sedangkan
Langange mengacu pada suatu sistem bahasa manusia secara umum yang sifatnya paling abstrak.
Yang dimaksud dengan parole adalah bahasa dalam wujudnya yang nyata, yang konkrit yaitu yang berupa ujaran. Sehingga ujaran/parole adalah wujud bahasa yang konkrit yang diucapkan anggota masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.
Orang yang ahli dalam linguistik disebut Linguis.
Ada 2 pengertian ahli linguistik, juga berarti orang yang fasih dalam beberapa bahasa. Seseorang yang fasih dalam menggunakan beberapa bahasa belum tentu adalah pakar bahasa, adalah seorang pakar bahasa belum tentu fasih dalam beberapa bahasa, meskipun tentunya adalah wajar kalau seorang pakar bahasa menguasai dengan baik beberapa bahasa.
Sebagai alat komunikasi manusia, bahasa adalah suatu sistem yang bersifat sistematis dan sekaligus sistemis. Sistemis maksudnya adalah bahwa bahasa itu bukan suatu sistem tunggal, melainkan yerdiri pula dari beberapa sub sistem yaitu sub sistem fonologi, morfologi, sintaksis, dan sub sistem semantik.
2. Linguistik Sebagai Ilmu.
Keilmiahan Linguistik.
Pada dasarnya setiap ilmu termasuk juga ilmu linguistik mengalami 3 tahap perj\kembangan:
~. Tahap pertama yakni spekulasi/spekulatif (sumber, pendapat).
~. Tahap kedua yakni observasi dan klasifikasi (Pengamatan dan pengelompokan).
~. Tahap ke tiga yakni adanya perumusan teori (hipotesis/tes, dugaan sementara).
Pendekatan bahasa sejalan dengan ciri-ciri dan hakikat dijabarkan dalam konsep sebagai berikut:
~. Karena bahasa adalah bunyi, maka linguistik melihat bahasa sebagai bunyi artinya bagi linguistik bahasa lisan adalah primer sedangkan bahasa tulis adalah skunder.
~. Karena bahasa adalah suatu sistem, maka linguistik mendekati bahasa bukan sebagai kumpulan unsur yang terlepas, melainkan sebagai kumpulan unsur yang satu dengan yang lainnya mempunyai jaringan hubungan.
~. Karena bahasa itu bersifat unik maka linguistik tidak berusaha menggunakan  kerangka suatu bahasa untuk dikenakan pada bahasa lain.
~. Karena bahasa itu dapat berubah-ubah dari waktu ke waktu, sejalan dengan perkembangan sosial budaya masyarakat pemakainya,maka linguistik memperlakukan bahasa sebagai sesuatu yang dinamis.
Secara sinkronik artinya mempelajari bahasa dengan berbagai aspeknya pada masa waktu atau pada kurun waktu tertentu/terbatas.
Secara diakronik artinya mempelajari bahasa dengan berbagai aspeknya dan perkembangannya dari waktu ke waktu, sepanjang kehidupan bahasa itu.
~. Karena sifat emprisnya maka linguistik mendekati bahasa secara deskriptif dan tidak secara perfekstif, artinya yang penting dalam linguistik adalah apa yang sebenarnya diungkapkan oleh seseorang dan bukan apa yang menurut si penilai seharusnya diungkapkan.
Contoh.Kalimat yang benar adalah silakan, bukan silahkan.
Mengubah, bukan merubah/merobah.
3. Sub Disiplin Linguistik.
~. Kajian bahasa pada umumnya atau linguistik umum (general linguistique).
~. Kajian bahasa linguistik secara khusus.
Bahasa-bahasa utama di dunia dan peringkatnya:
     1 bahasa Eskimo         77 bahasa Turki                         
     36 Belanda                     81 Prancis
      38 Jerman                     137 Korea
     48 Retoroman                138 Jepang                     143 bahasa Tibet
      49 Italia                         154 Melayu                     161 bahasa Irian
      56 Yunani                      155 Dayak                      167 bahasa Tongga.
       57 Romani                    156 bahasa Indonesia.
Bahasa –bahasa di Indonesia ada 17 rumpun/polinesiayang dibagi atas:
Rumpun Sumatera (Aceh, Batak, Minang Kabau, Riau).
Ambon dan Almahera atau runpun Irian Jaya.
Sebagai sebuah gejala yang kompleks, bahasa dapat diamati atau dikaji dari berbagai segi. Hal ini melahirkan berbagai cabang linguistik. Berdasarkan segi keluasan objek kajiannya, dapat dibedakan adanya linguistik umum dan linguistik khusus. Berdasarkan segi masa mempelajarinya, dapat dibedakan adanya linguistik sinkronik dan diakronik. Berdasarkan bagian-bagian bahasa mana yang dikaji, dapat dibedakan adanya linguistik mikro dan makro yang sering juga diistilahkan dengan mikrolinguistik dan makrolinguistik. Berdasarkan tujuannya, dapat dibedakan antara linguistik teoritis dan linguistik terapan. Berdasarkan alirannya, linguislik dapat diklasifikasikan atas linguistik tradisional, linguistik struktural, linguistik trasformasional, linguistik generatif, linguistik relasional, dan linguistik sistemik.
4. Linguistik Mikro/Mikrolinguistik.
Mengarahkan kajiannya pada sruktur internal suatu bahasa tertentu atu struktur internal bahasa pada umumnya.Sub disiplin Mikrolinguistik:
~. Fonologi : Menyelidiki ciri-ciri bunyi bahasa, cara terjadinya, dan fungsinya secara kebahasaan secara keseluruhan.
~. Morfologi : Menyelidiki struktur kata, bagian-bagiannya serta pembentukannya.
~. Sintaksis: Menyelidiki satuan-satuan kata, satuan-satuan lain di atas kata, hubungan satu dengan lainnya sertapenyusunannya sehingga menjadi satuan ujaran.
~. Semantik: Menyelidiki makna bahasa baik yang bersifat leksikal (makna kamus), gramatikal (makna dengan penambahan frefiks) dan kontekstual.
Leksikologi merupakan menyelidiki leksikon atau kosa kata suatu bahasa dari berbagai aspeknya.
5. Linnguistik Makro/Makrolinguistik.
Mengarahkan kajiannya pada factor-faktor diluar bahasa dari pada struktur internal bahasa seperti sosiolinguistik, psycolingunguistik, antropolinguistik/hubungan bahasa dengan budaya, stalistika/bentu-bentuk karya sastra, filologi/sejarah yang ditulis dan dipelajari, dialektika/batas-batas dialek/ujaran dalam batas dan waktu tertentu, dan filsafat bahasa/kodrat hakiki atau perbuatan manusia.
Dialektologi merupakan ujaran local/kosa kata dalam waktu dan batas tertentu.Contoh pejantan di Malaysia =alat kelamin sedangkan di Indonesia = jenis kelamin.
6. Analisis Linguistik.
Dilakukan terhadap bahasa atau semua tataran tingkatan bahasa, yaitu ponetik, ponemik, morfologi, sintaksis, semantik.
FFerdinand tahun 1857 s.d 1913 membedakan adanya 2 jenis hubungan/relasi antara satuan-satuan bahasa:
*. Sintagmatik: hubungan yang terdapat antara satuan bahasa dari dalam kalimat yang konkrit tertentu.
*. Relasiasosiatif: hubungan yang terdapat dalam bahasa namun tidak tampak dalam susunan satuan kalimat. Contoh Dia mengikut ibu. Di a me ngi kut I bu = 7 ponem konstitun.
Analisis bawahan langsung/analisis bawahan terdekat adalah suatu tekhnik dalam menganalisis unsure-unsur/konstitun-konstitun yang membangun suatu satuan bahasa entah satuan kata, frase, klusa maupun satuan kalimat.
Analisis rangkaian unsur dan analisis proses unsure.
Rangkaian analisis unsur mengajarkan bahwa setiap satuan bahasa dibentk/ditata dari unsure-unsur lain. Contoh ter tim bum kata dasar timbun.
7. Mamfaat Linguistik.
Linguistik memberi langsung mamfaat kepada mereka yang berkecimpung dalam kegiatan yang berhubungan dengan bahasa seperti linguis, guru bahasa, penerjemah, penyusun buku pelajaran, penyusun kamus, petugas penerangan, jurnalis, politikus, diplomat dan sebagainya.Mulai dari sub disiplin fonologi, morfologi, sintaksis, semantic, leksikologi s.d dengan pengetahuan mengenai hubungan bahasa dengan kebudayaan dan kemasyarakatan.
Setiap orang selalu terlibat dengan bahasa pada setiap saat.
Leksikografer = forum-forum bahasa.Ideologi = konsep dalam suatu keadaan.
8. Objek Linguistik Bahasa.
Kata bahasa dalam bahasa Indonesia memiliki lebih dari satu makna atau pengertian sehingga seringkali membingungkan contoh:
Ani belajar bahasa Inggris, Nita belajar bahasa Jepang.
           Merujuk pada bahasa tertentu.
Manusia mempunyai bahasa sedangkan binatang tidak.
        Merujuk pada bahasa umum.
Hati-hati bergaul dengan anak yang tidak tahu bahasa itu.
         Menjurus pada bahasa kesopanan.
9. Hakikat Bahasa.
~. Bahasa sebagai system/cara/aturan.
~. Bahasa sebagai lambing/kode syimbol.
~. Bahasa adalah bunyi.
~. Bahasa itu bermakna.
Lambang-lambang bunyi bahasa yang bermakna itu di dalam bahasa itu berupa satuan-satuan bahasa yang berwujud morfem, kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana.Maknanya tidak sama karena ada perbedaan tingkatannya.
Makna yang berkenaan dengan morfem dan kata disebut leksikal.sedangkan
Makna yang berkenaan dengan frase, klusa dan kalimat disebut dengan makna gramatikal.
Yang berkenaan dengan paragraph/wacana disebut makna pragmatic/konteks.
~. Bahasa itu arbither/arbitras/mana suka/sewenang-wenang.
Maksudnya tidak adanya hubungan wajib antara lambing bahasa yang berwujud bunyi itu dengan konsep atau pengertian yang di maksud oleh lambing tersebut.
~. Bahasa itu konvensional/kesepakatan.
~. Bahasaa itu produktif.
Contoh ikat, kait, kita,taki.
~. Bahasa itu unik.
Mempunyai ciriciri khas yang spesifik yang tidak dimiliki oleh yang lain.Seperti system bunyi, pembentukan kata, pembentukan kalimat, dan system-sistem lain.
Keunikan bahasa Indonesia terdapat pada tekanan kata yang tidak bersifat morfemix melainkan sintaksis.
~. Bahasa itu universal/menyeluruh.
Ciri keuniversalan suatu bahasa itu adalah bahasa itu mempunyai bunyi bahasa yang terdiri dari vocal dan konsonan.Selain itu setiap bahasa mempunyai satuan-satuan bahasa yang bermakna entah satuan kata, frase, klausa, kalimat dan wacana.
Ciri universal dan keunikan rumpun atau sub rumpun sebagai satuan begitu juga keunikan.
~. Bahasa itu dinamis.
Karena keterikatan dan keterkaitan bahasa itu dengan manusia, sedangkan dalam kehidupannya di dalam masyarakat kegiatan manusia itu tidak tetap dan selalu berubah-ubah.
~. Bahasa itu manusiawi.
Manusia adalah homo sapiens (manusia yang berfikir) dan homo social (manusia yang bermasyarakat).
Bahasa milik manusia dan dipergunakan manusia.
~. Bahasa itu identitas.
~. Bahasa itu bervariasi.
Idiolek: variasi bahasa yang digunakan oleh seseorang atau individu.
Dialek social: cara berbicara dalam masyarakat.
Dialek: variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok masyarakat pada suatu tempat atau sewaktu-waktu.
10. Kontak Bahasa.
Mengakibatkan terdapatnya atau terjadinya:
~. Bilingualisme: Penggunaan 2 bahas aoleh seseorang atau suatu masyarakat.
~. Multilingualisme: gejala pada seseorang atau suatu masyarakat yang ditandai oleh kemampuan dan kebiasaan memakai lebih dari 1 bahasa.
~. Interfrensi: penggunaan unsure bahasa lain oleh bahasawan yang bilingual secara individual dalam suatu bahasa.
~. Integrasi: penggunaan secara sistematis unsure bahasa lain seolah-olah merupakan bagian dari suatu bahasa tanpa disadari oleh pemakainya.
~. Alih kode: penggunaan variasi bahasa lain atau bahasa lain untuk menyesuaikan diri dengan peran atau situasi lain karena adanya partisipan lain.
~. Campur kode: penggunaan satuan bahasa dari satu bahasa ke bahasa lain untuk memperluas gaya bahasa atau ragam bahasa termasuk didalamnya pemakaian kata, idiom, klausa dan sebagainya.
11. Bahasa dan Budaya.
Kajian linguistic makro adalah mengenai hubungan bahasa dengan budaya atau kebudayaan.
Edward Safir menyatakan bahasa itu mempengaruhi kebudayaan atau cara berfikir/bertindak anggota masyarakat penuturnya, seperti bayi kembar siam, 2 hal yang tidak bias dipisahkan atau seperti sekeping mata uang, sisi yang satu adalh bahasa dan sisi lainnya adalah kebudayaan.
Masyarakat bahasa adalah sekelompok orang yang merasa menggunakan bahasa yang sama.
Variasi dan status social bahasa :
*. Variasi bahasa tinggi (T) digunakan saat resmi.
*. Variasi bahasa rendah (R) digunakan di rumah, pasar dan sebagainya.
Penggunaan bahasa
Hilmes pakar linguistic membagi suatu komunikasi atas 8 unsur:
*. Setting/tempat.
*. Partisipan/orang yang terlibat dalam percakapan.
*. Ends/maksud dan hasil percakapan.
*. Act sequence/bentuk isi percakapan.
*. Key/cara semangat.
*. Norms/aturan percakapan.
*. Instrumental/jalur percakapan.
*. Genres/kategori, jenis bahasa yang digunakan.
Klasifikasi Bahasa
Dilakukan dengan melihat persamaan ciri yang ada pada setiap bahasa.Bahasa yang mempunyai kesamaan ciri dimasukkan dalam satu kelompok. Menurut Green Berg 1957 : 66, suatu klasifikasi yang baik harus memenuhi persyaratan non arbiter, ekholistik,unik.
Yang dimaksud dengan non arbiter adalah bahwa criteria klasifikasi itu tidak boleh semuanya, hanya harus ada satu criteria. Dengan criteria yang satu ini, yang non arbiter maka hasilnya akan ekholistik, artinya setelah klasifikasi dilakukan tidak ada lagi sisanya.Selain itu, hasil klasifikasi juga harus bersifat unik, maksudnya kalau suatu bahasa sudah masuk kedalam satu kelompok, maka bahasa tersebut tidak bias masuk lagi dalam kelompok bahasa yang lain.
Green Berg mengajukan tahap pendekatan antara lain:
~. Pendekatan genetic: berdasarkan garis keturunan bahasa-bahasa yang lebih tua.
~. Pendekatan tipologis: berdasarkan pada semua tataran bahasa (morfem, bunyi, kata, frase, klausa, kalimat dan sebagainya). Tipe ini ada 3 kelompok besar:
              *. Klasifikasi morfologi: membagi  kelompok yang pertama kelompok bahasa bahasa afiks (imbuhan) dan kelompok bahasa berfleksi (kata dasar).
              *. Menggunakan akar kata sebagai dasar klasifikasi (bahasa austronesia ---bahasa sanskerta).
               *. Menggunakan bentuk sitaksis sebagai dasar klasifikasi (kalimat antar kata ---bahasa orang-orang seperti Prancis, cina).
Latin: tulisan arab dibaca bahasa Indonesia.
~. Pendekatan areal: bersifat kloni geografis (dunia/wilayah).
Pendekatan sosiolinguistik: (bersifat histerisitas, standardisasi, penutur vitalitas, dan homoginesitas).
Standar histories (sejarah, perkembangan sejarah).
Standardisasi (kebanggaan bahasa dalam memakai formal, informal).
Stan vitalitas (penutur,bagaiman penutur tiap hari aktif atau tidak).
Standar homogenesitas (leksikon,kosa kata).
Bagan Green Berg:
                                                           Bahasa Proto

                                            A1                  A2                      A3

                             A11     A12    A13        A21     A22      A31    A32           

A11                 A112                      A211  A212    A213       A321   A322  A323

Ini teori batang pohon yang dikemukakan oleh A. Sehleicer: 1866.
J. Sehmidt (1872) teori gelombang.
Dari klasifikasi menghasilkan 11 rumpun dari klasifikasi genetic ini, yaitu:
*. Rumpun indo eropa----sub rumpun----Jerman----Armenia.
*. Rumpun hamito semiat---Arab----Hibrani.
*. Rumpun harinil.
*. Rumpun drofida.
*. Austronesia-------rumpun bahasa melayu.
*. Rumpun kaukasus.
*. Rumpun Vinnougries.
*. Rumpun paleoasiatis (asia timur).
*. Rumpun ural altair (Mongol, Turki, Korea, Jepang).
*. Rumpun sinotibet (Burma).
*. Rumpun bahasa Indian, Eskimo (kutub).
Bahasa Tulis Dari Sistem Aksara.
Merupakan bahasa yang dilisankan kemudian ditulis.
Bahasa tulis dapat disimpan lama s.d batas waktu yang tidak terbatas.
Bahasa tulis bukanlah bahasa lisan yang dituliskan seperti yang terjadi dengan merekam bahasa lisan itu ke dalam pita rekaman.
Dalam bahasa lisan setiap kesalahan dapat segera diperbaiki.
Bahasa lisan sangat dibantu intonasi, tekanan, mimic, dan gerak gerik si pembicara.
Contoh buku-buku sejarah baru: aksara mandailing: sa    ba   da  pa.


Teori gelombang: bahwa perkembangan atau perpecahan bahasa itu dapat diumpamakan seperti gelombang yang disebabkan oleh sebuah batu yang dijatuhkan ketengah kolam.
Bahasa proto: bahasa tua atau bahasa semula, akan dipecahkan dan meruntuhkan 2 bahasa baru atau lebih.
Teori batang pohon: keadaan suatu bahasa menjadi sejumlah bahasa lain dengan cabang-cabang dan rantingnya memberi gambaran seperti batang pohon yang terbalik.
Bahasa menyebar dan berubah karena penyebaran bahasa itu biasanya terjadi karena penuturnya menyebar atau berpindah tempat sebagai akibat adanya peperangan atau bencana alam.
 Kegiatan Belajar 1: Hakikat dan Ciri-ciri Bahasa
Rangkuman

Sesungguhnya, para penyelidik hingga saat ini masih belum mencapai kesepakatan tunggal tentang asal-usul bahasa. Diskusi tentang asal-usul bahasa sudah dimulai ratusan tahun lalu, Malahan masyarakat linguistik Perancis pada tahun 1866 sempat melarang mendiskusikan asal-usul bahasa. Menurut mereka mendiskusikan hal tersebut tidak bermanfaat, tidak ada artinya karena hanya bersifat spekulasi.
Penelitian Antropologi telah membuktikan bahwa kebanyakan kebudayaan primitif meyakini keterlibatan Tuhan atau Dewa dalam permulaan sejarah berbahasa. Teori-teori ini dikenal dengan istilah divine origin (teori berdasarkan kedewaan/kepercayaan) pada pertengahan abad ke-18. Namun teori-teori tersebut tidak bertahan lama. Teori yang agak bertahan adalah Bow-wow theory, disebut juga onomatopoetic atau echoic theory Menurut teori ini kata-kata yang pertama kali adalah tiruan terhadap bunyi alami seperti nyanyian ombak, burung, sungai, suara guntur, dan sebagainya. Ada pula teori lain yang disebut Gesture theory yang menyatakan bahwa isyarat mendahului ujaran
Teori-teori yang lahir dengan pendekatan modern tidak lagi menghubungkan Tuhan atau Dewa sebagai pencipta bahasa. Teori-teori tersebut lebih memfokuskan pada anugerah Tuhan kepada manusia sehingga dapat berbahasa. Para ahli Antropologi menyoroti asal-usul bahasa dengan cara menghubungkannya dengan perkembangan manusia itu sendiri.
Dari sudut pandang para antropolog disimpulkan bahwa manusia dan bahasa berkembang bersama. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia menjadi homo sapiens juga mempengaruhi perkembangan bahasanya. Dengan kata lain, kemampuan berbahasa pada manusia berkembang sejalan dengan proses evolusi manusia. Perkembangan otak manusia mengubah dia dari agak manusia menjadi manusia sesungguhnya. Hingga akalnya manusia mempunyai kemampuan berbicara. Pembicaraan tentang asal-usul bahasa dapat dibicarakan dari dua pendekatan, pendekatan tradisional dari modern para ahli dari beberapa disiplin ilmu masing-masing mengemukakan pandangannya dengan berbagai argumentasi. Diskusi tentang hal ini hingga sekarang belum menemukan kesepakatan, pendapat mana dan pendapat siapa yang paling tepat.
Banyak definisi tentang konsep bahasa yang dinyatakan para ahli bahasa. Pada umumnya definisi tersebut berpendapat bahwa bahasa adalah alat komunikasi yang bersifat arbitrer dan konvensional, merupakan lambang bunyi. Hal inilah yang kemudian disebut sebagai ciri-ciri bahasa, yaitu (1) bahasa itu adalah sebuah sistem, (2) bahasa itu berwujud lambang, (3) bahasa itu berupa bunyi, (4) bahasa itu bersifat arbitrer, (5) bahasa itu bermakna, (6) bahasa itu bersifat konvensional, (7) bahasa itu bersifat unik, (8) bahasa itu bersifat universal, (9) bahasa itu bersifat produktif, (10) bahasa itu bervariasi, (11) bahasa itu bersifat dinamis, (12) bahasa itu bersifat manusiawi.
Kegiatan Belajar 2: Hakikat Linguistik dan Cabang-cabang Linguistik
Rangkuman

Linguistik berarti ilmu bahasa. Kata linguistik berasal dari kata Latin lingua yang berarti bahasa. Orang yang ahli dalam ilmu linguistik disebut linguis. Ilmu linguistik sering juga disebut linguistik umum (general linguistic) karena tidak hanya mengkaji sebuah bahasa saja.
Ferdinand De Saussure seorang sarjana Swiss dianggap sebagai pelopor linguistik modern. Bukunya yang terkenal adalah Cours de linguistique generale (1916). Buku tersebut dianggap sebagai dasar linguistik modern. Beberapa istilah yang digunakan olehnya menjadi istilah yang digunakan dalam linguistik. Istilah tersebut adalah langue, language, dan parole.
Langue mengacu pada suatu sistem bahasa tertentu yang ada dalam benak seseorang yang disebut competence oleh Chomsky. Langue ini akan muncul dalam bentuk parole, yaitu ujaran yang diucapkan atau yang didengar oleh kita. Jadi, parole merupakan performance dari langue. Parole inilah yang dapat diamati langsung oleh para linguis. Sedangkan language adalah satu kemampuan berbahasa yang ada pada setiap, manusia yang sifatnya pembawaan. Pembawaan ini pun harus dikembangkan melalui stimulus-stimulus. Jika dikaitkan dengan istilah-istilah dari Ferdenand De Saussure, maka yang menjadi objek dalam linguistik adalah hal-hal yang dapat diamati dari bahasa yakni parole dan yang melandasinya yaitu langue.
Bagi linguis, pengetahuan yang luas tentang linguistik tentu akan sangat membantu dalam menyelesaikan dan melaksanakan tugasnya. Seorang linguis dituntut untuk dapat menjelaskan berbagai gejala bahasa dan memprediksi gejala berikutnya. Bagi peneliti, kritikus, dan peminat sastra, linguistik akan membantu mereka dalam memahami karya-karya sastra dengan lebih baik. Bagi guru bahasa pengetahuan tentang seluruh subdisiplin linguistik fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik) akan sangat diperlukan. Sebagai guru bahasa, selain dituntut untuk mampu berbahasa dengan baik dan benar mereka juga dituntut untuk dapat menjelaskan masalah dan gejala-gejala bahasa. Pengetahuan tentang linguistik akan menjadi bekal untuk melaksanakan tugas tersebut.
Bagi penyusun kamus, pengetahuan tentang linguistik akan sangat membantu dalam menjalankan tugasnya. Penyusun kamus yang baik harus dapat memahami fonem-fonem bahasa yang akan dikamuskan, penulisan fonem tersebut, makna seluruh morfem yang akan dikamuskan, dan sebagainya. Para penyusur buku pelajaran tentu banyak membutuhkan konsep-konsep linguistik dalam benaknya. Buku pelajaran yang akan disusun harus menggunakan kalimat yang sesuai dengan tingkat pemahaman siswa yang akan membaca buku tersebut. Di samping itu mereka harus mampu menyajikan materi dengan kosakata dan kalimat yang tepat sehingga tidak terjadi kesalahpahaman. Linguistik akan sangat bermanfaat bagi mereka.
Sebagai sebuah gejala yang kompleks, bahasa dapat diamati atau dikaji dari berbagai segi. Hal ini melahirkan berbagai cabang linguistik. Berdasarkan segi keluasan objek kajiannya, dapat dibedakan adanya linguistik umum dan linguistik khusus. Berdasarkan segi keluasan objek kajiannya, dapat dibedakan adanya linguistik sinkronik dan diakronik. Berdasarkan bagian-bagian bahasa mana yang dikaji, dapat dibedakan adanya linguistik mikro dan makro yang sering juga diistilahkan dengan mikrolinguistik dan makrolinguistik. Berdasarkan tujuannya, dapat dibedakan antara linguistik teoritis dan linguistik terapan. Berdasarkan alirannya, linguislik dapat diklasifikasikan atas linguistik tradisional, linguistik struktural, linguistik trasformasional, linguistik generatif, linguistik relasional, dan linguistik sistemik. Di samping cabang-cabang linguistik di atas, Verhaar juga memasukkan pembahasan fonetik dan fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik sebagai cabang linguistik.
Kegiatan Belajar 3: Aliran-aliran Linguistik
Rangkuman

Sejarah linguistik yang sangat panjang telah melahirkan berbagai aliran-aliran linguistik yang pada akhirnya mempengaruhi pengajaran bahasa. Masing-masing aliran tersebut memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang bahasa sehingga melahirkan berbagai tata bahasa.
Aliran tradisional telah melahirkan sekumpulan penjelasan dan aturan tata bahasa yang dipakai kurang lebih selama dua ratus tahun lalu. Menurut para ahli sejarah, tata bahasa yang dilahirkan oleh aliran ini merupakan warisan dari studi preskriptif (abad ke 18). Studi preskriptif adalah studi yang pada prinsipnya ingin merumuskan aturan-aturan berbahasa yang benar.
Sejak tahun 1930-an sampai akhir tahun 1950-an aliran linguistik yang paling berpengaruh adalah aliran struktural. Tokoh linguis dari Amerika yang dianggap berperan penting pada era ini adalah Bloomfield. Linguistik Bloomfield berbeda dari yang lain. Dia melandasi teorinya berdasarkan psikologi behaviorisme. Menurut Behaviorisme ujaran dapat dijelaskan dengan kondisi-kondisi eksternal yang ada di sekitar kejadiannya. Kelompok Bloomfield menyebut teori ini mechanism, sebagai kebalikan dari mentalism.
Bloomfield berusaha rnenjadikan linguistik sebagai suatu ilmu yang besifat empiris. Karena bunyi-bunyi ujaran merupakan fenomena yang dapat diamati langsung maka ujaran mendapatkan perhatian yang istimewa. Akibatnya, kaum strukturalis memberikan fokus perhatiannya pada fonologi, morfologi, sedikit sekali pada sintaksis, dan sama sekali tidak pada semantik.
Tata bahasa tagmemik dipelopori oleh Kenneth L. Pike, Bukunya yang terkenal adalah Linguage in Relation to a United Theory of The Structure of Human Behaviour (1954). Menurut aliran Ini, satuan dasar dari sintaksis adalah tagmem (bahasa Yunani yang berarti susunan). Tagmem adalah korelasi antara fungsi gramatikal atau slot dengan sekelompok bentuk-bentuk kata yang dapat saling dipertukarkan untuk mengisi slot tersebut.
Linguistik transformasi melahirkan tata bahasa Transformational Generative Grammar yang sering disebut dengan istilah tata bahasa transformasi atau tata babasa generatif. Tokoh linguistik transformasi yang terkenal adalah Noam Comsky dengan bukunya Syntactic Structure (1957). Buku tersebut terus diperbaiki oleh Chomsky sehingga terlahir buku kedua yang berjudul Aspect of the Theory of Sintax.
Chomsky menyatakan bahwa setiap tata bahasa dari suatu bahasa merupakan teori dari bahasa itu sendiri. Syarat tata bahasa menurutnya adalah:
Pertama, kalimat yang dihasilkan oleh tata bahasa itu harus dapat diterima oleh pemakai bahwa tersebut sebagai kalimal yang wajar dan tidak dibuat-buat.
Kedua, tata bahasa tersebut harus berbentuk sedemikian rupa sehingga satuan atau istilah yang digunakan tidak berdasarkan pada gejala bahasa tertentu saja, dan semuanya harus sejajar dengan teori linguistik tertentu (Chaer, 1994).
Selain hal di atas konsep dari Chomsky yang populer hingga sekarang adalah istilah dan competence, dan performance. Competence adalah pengetahuan yang dimiliki pemakai bahasa mengenai bahasanya. Hal ini tersimpan dalam benak para pengguna bahasa. Sedangkan performance adalah penggunaan suatu bahasa dalam keadaan real (situasi sesungguhnya). Kedua konsep ini kiranya sejalan dengan konsep langue dan parole yang dikemukakan de Saussure.
Menurut teori semantik generatif, struktur sintaksis dan semantik dapat diteliti bersamaan karena keduanya adalah satu. Struktur semantik ini serupa dengan logika, berupa ikatan tidak berkala antara predikat dengan seperangkat argumen dalam suatu proposisi. Menurut teori ini argumen adalah segala sesuatu yang dibicarakan, predikat adalah semua yang menunjukkan hubungan, perbuatan, sifat, keanggotaan, dan sebagainva. Jadi, dalam menganalisis sebuah kalimat, teori ini berusaha untuk menguraikannya lebih jauh sampai diperoleh predikat yang tidak dapat diuraikan lagi.
Charles J. Fillmore dalam buku The Case for Case tahun 1968 yang pertama kali memperkenalkan tata bahasa kasus. Dalam bukunya ini Fillmore membagi kalimat atas (1) modalitas yang bisa berupa unsur negasi, kala, aspek, dan adverbia; dan (2) proposisi terdiri dari sebuah verba disertai dengan sejumlah kasus (Chaer, 1994). Pengertian kasus dalam teori ini adalah hubungan antara verba dengan nomina. Verba di sini sama dengan predikat, sedangkan nomina sama dengan argumen dalam teori semantik generatif. Hanya argumen dalam teori ini diberi label kasus. Dalam tata bahasa kasus dikenal istilah-istilah seperti agent (pelaku), experiencer (pengalami), object (objek, yang dikenai perbuatan), source (keadaan, tempat, waktu), goal (tujuan), dan referential (acuan).
Kegiatan Belajar 1: Fonetik dan Fonemik
Rangkuman

Fonetik merupakan cabang ilmu linguistik yang meneliti dasar fisik bunyi-bunyi bahasa, tanpa memperhatikan apakah bunyi tersebut berfungsi sebagai pembeda makna. Objek kajian fonetik adalah fon. Fonemik adalah cabang ilmu linguistik yang mengkaji bunyi bahasa sebagai pembeda makna. Objek kajian fonemik adalah fonem.
Alat-alat ucap yang digunakan untuk menghasilkan bunyi bahasa adalah paru-paru, pangkal tenggorokkan, rongga kerongkongan, langit-langit lunak, langit-langit keras, gusi, gigi, bibir, dan lidah.
Fonem adalah satuan bunyi bahasa terkecil yang fungsional atau dapat membedakan makna kata. Untuk menetapkan apakah suatu bunyi berstatus sebagai fonem atau bukan harus dicari pasangan minimalnya.
Alofon merupakan realisasi sebuah fonem. Alofon dapat dilambangkan dalam wujud tulisan atau transkripsi fonetik yaitu penulisan pengubahan menurut bunyi, dan tandanya adalah […]. Grafem merupakan pelambangan fonem ke dalam transkripsi ortografis, yaitu penulisan fonem-fonem suatu bahasa menurut sistem ejaan yang berlaku pada suatu bahasa, atau penulisan menurut huruf dan ejaan suatu bahasa.
Fonem dapat dibagi atas vokal dan konsonan. Pembedaan kedua fonem ini didasarkan ada tidaknya hambatan pada alat bicara. Sebuah bunyi disebut vokal apabila tidak ada hambatan pada alat bicara. Sebuah bunyi disebut konsonan apabila dibentuk dengan cara menghambat arus udara pada sebagian alat bicara.
Fonem yang berwujud bunyi disebut fonem segmental. Fonem dapat pula tidak berwujud bunyi, tetapi merupakan tambahan terhadap bunyi yaitu tekanan, jangka, dan nada yang disebut ciri suprasegmental atau fonem nonsegmental.
Asimilasi merupakan peristiwa berubahnya sebuah bunyi menjadi bunyi lain sebagai akibat dari bunyi yang ada di lingkungannya. Disimilasi yaitu perubahan dua buah fonem yang sama menjadi fonem yang berlainan. Kontraksi adalah pemendekan bentuk ujaran yang ditandai dengan hilangnya sebuah fonem atau lebih.
Kegiatan Belajar 2: Morfologi
Rangkuman
Morfologi atau tata kata adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari seluk-beluk pembentukan kata. Morfologi mengkaji seluk-beluk morfem, bagaimana mengenali sebuah morfem, dan bagaimana morfem berproses membentuk kata.
Morfem adalah bentuk bahasa yang dapat dipotong-potong menjadi bagian yang lebih kecil, yang kemudian dapat dipotong lagi menjadi bagian yang lebih kecil lagi begitu seterusnya sampai ke bentuk yang jika dipotong lagi tidak mempunyai makna. Morfem yang dapat berdiri sendiri dinamakan morfem bebas, sedangkan morfem yang melekat pada bentuk lain dinamakan morfem terikat.
Alomorf adalah bentuk-bentuk realisasi yang berlainan dari morfem yang sama. Morf adalah sebuah bentuk yang belum diketahui statusnya.
Untuk menentukan sebuah bentuk adalah morfem atau bukan, harus dibandingkan bentuk tersebut di dalam kehadirannya dengan bentuk-bentuk lain. Morfem utuh yaitu morfem yang merupakan satu kesatuan yang utuh. Morfem terbagi yaitu morfem yang merupakan dua bagian yang terpisah atau terbagi karena disisipi oleh morfem lain.
Kata adalah satuan gramatikal bebas yang terkecil. Kata dapat berwujud dasar yaitu terdiri atas satu morfem dan ada kata yang berafiks. Kata secara umum dapat diklasifikasikan menjadi lima kelompok yaitu verba, adjektiva, averbia, nomina, dan kata tugas.
Dalam bahasa Indonesia kita kenal ada proses morfologis; afiksasi, reduplikasi, komposisi, abreviasi, metanalisis, dan derivasi balik. Afiksasi adalah proses yang mengubah leksem menjadi kata kompleks. Di dalam bahasa Indonesia dikenal jenis-jenis afiks yang dapat diklasifikasikan menjadi prefiks, infiks, sufiks, simulfiks, konfiks, dan kombinasi afiks.
Reduplikasi merupakan pengulangan bentuk. Ada 3 macam jenis reduplikasi, yaitu reduplikasi fonologis, reduplikasi morfemis, dan reduplikasi sintaktis. Reduplikasi juga dapat dibagi atas: dwipurwa, dwilingga, dwilingga salin swara, dwiwasana, dan trilingga.
Pemajemukan atau komposisi adalah proses penghubungan dua leksem atau lebih yang membentuk kata. Secara empiris ciri-ciri pembeda kata majemuk dari frasa adalah ketaktersisipan, ketakterluasan, dan ketakterbalikan.
Abreviasi adalah proses penggalangan satu atau beberapa bagian leksem atau kombinasi leksem sehingga jadilah bentuk baru yang berstatus kata. Istilah lain untuk abreviasi ialah pemendekan, sedangkan hasil prosesnya disebut kependekan. Bentuk kependekan itu dapat dibagi atas singkatan, penggalan, akronim, kontraksi, dan lambang huruf,
Derivasi balik adalah proses pembentukan kata berdasarkan pola-pola yang ada tanpa mengenal unsur-unsurnya.
Kegiatan Belajar 1: Pengertian Sintaksis dan Alat-alat Sintaksis
Rangkuman

Secara etimologi, sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti dengan dan tattein yang berarti menempatkan. Jadi, sintaksis berarti menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat.
Dalam setiap bahasa ada seperangkat kaidah yang sangat menentukan apakah kata-kata yang ditempatkan bersama-sama tersebut akan berterima atau tidak. Perangkat kaidah ini sering disebut sebagai alat-alat sintaksis, yaitu urutan kata, bentuk kata, intonasi, dan konektor yang biasanya berupa konjungsi.
Keunikan setiap bahasa berhubungan dengan alat-alat sintaksis ini. Ada bahasa yang lebih mementingkan urutan kata daripada bentuk kata. Ada pula bahasa yang lebih mementingkan intonasi daripada bentuk kata. Bahasa Latin sangat mementingkan bentuk kata daripada urutan kata. Sebaliknya, bahasa Indonesia lebih mementingkan urutan kata.
Kegiatan Belajar 2: Satuan Sintaksis dan Hubungan Antarsatuan Sintaksis
Rangkuman
Sintaksis memiliki unsur-unsur pembentuk yang disebut dengan istilah satuan sintaksis. Satuan tersebut adalah kata, frase, klausa, dan kalimat. Pembahasan kata dalam tataran sintaksis berbeda dengan pembahasan kata pada tataran morfologi. Dalam tataran sintaksis, kata merupakan satuan terkecil yang membentuk frase, klausa, dan kalimat. Oleh karena itu kata sangat berperan penting dalam sintaksis, sebagai pengisi fungsi sintaksis, penanda kategori sintaksis, dan sebagai perangkai satuan-satuan sintaksis. Kata dapat dibedakan atas dua klasifikasi yaitu kata penuh dan kata tugas.
Frase biasa didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang terdiri dari dua kata atau lebih dan tidak memiliki unsur predikat. Unsur-unsur yang membentuk frase adalah morfem bebas. Berdasarkan bentuknya, frase dapat dibedakan atas frase eksosentrik, frase endosentrik, dan frase koordinatif.
Klausa adalah satuan sintaksis berbentuk rangkaian kata-kata yang berkonstruksi predikatif. Di dalam klausa ada kata atau frase yang berfungsi sebagai predikat. Selain itu, ada pula kata atau frase yang berfungsi sebagai subjek, objek, dan keterangan.
Kalimat adalah satuan sintaksis yang terdiri dari konstituen dasar, yang biasanya berupa klausa, dilengkapi dengan konjungsi bila diperlukan dan disertai intonasi final.
Kegiatan Belajar 3: Analisis Sintaksis
Rangkuman
Struktur kalimat dapat dianalisis dari tiga segi, yaitu segi fungsi, kategori, dan peran semantis. Berdasarkan segi fungsi, struktur kalimat dapat terdiri atas unsur subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan. Subjek biasanya didefinisikan sebagai sesuatu yang menjadi pokok, dasar, atau hal yang ingin dikemukakan oleh pembicara atau penulis. Predikat adalah pernyataan mengenai subjek atau hal yang berhubungan dengan subjek. Setelah predikat, biasanya diletakkan objek. Keberadaan objek sangat tergantung pada predikatnya. Jika predikatnya berbentuk verba transitif maka akan muncul objek. Namun, jika predikatnya berbentuk verba intransitif maka yang akan muncul kemudian adalah pelengkap. Unsur selanjutnya adalah keterangan, yaitu unsur kalimat yang berisi informasi tambahan. Informasi tersebut biasanya berhubungan dengan tempat, waktu, cara, dan sebagainya.
Kalimat dapat pula dianalisis berdasarkan kategorinya. Dalam tata bahasa tradisional, istilah kategori sering disebut dengan istilah kelas kata. Dalam bahasa Indonesia ada empat kategori sintaksis utama, yaitu: (a) Nomina atau kata benda, (b) Verba atau kata kerja, (c) Ajektiva atau kata sifat, dan (d) Adverbia atau kata keterangan.
Analisis yang ketiga adalah analisis sintaksis dari segi peran. Analisis ini berhubungan dengan semantis. Suatu kata dalam konteks kalimat memiliki peran semantis tertentu. Beberapa pakar linguistik menggunakan istilah yang berbeda untuk pembicaraan peran-peran dalam sintaksis, namun sebenarnya substansinya sama.
Kegiatan Belajar 1: Pengertian dan Manfaat Semantik
Rangkuman

Semantik, baru banyak dibicarakan orang ketika Chomsky sebagai tokoh linguistik transformasi mengungkapkan pentingnya makna dalam linguistik, dan menyatakan bahwa semantik adalah bagian dari tatabahasa. Komunikasi berbahasa hanya dapat berjalan dengan baik jika para pelaku komunikasi memahami makna yang disampaikan. Untuk itu, studi tentang makna (semantik) sudah selayaknya diperhatikan.
Kata semantik berasal dari bahasa Yunani sema (katabenda) yang berarti tanda atau lambang. Kata kerjanya adalah semaino yang berarti menandai atau melambangkan. Yang dimaksud dengan tanda atau lambang di sini adalah tanda linguistik (signe) seperti yang dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure, yaitu yang terdiri dari (1) komponen yang mengartikan, yang berwujud bentuk-bentuk bunyi bahasa dan (2) komponen yang diartikan atau makna dari komponen yang pertama itu. Jadi, setiap tanda linguistik terdiri dari unsur bunyi dan makna. Keduanya merupakan unsur dalam bahasa (intralingual) yang merujuk pada hal-hal di luar bahasa (ekstralingual).
Pada perkembangannya kemudian, kata semantik ini disepakati sebagai istilah yang digunakan dalam bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya. Atau dengan kata lain bidang studi dalam linguistik yang mempelajari makna atau arti dalam bahasa. (Chaer, 1995).
Sebagai studi linguistik, semantik tidak mempelajari makna-makna yang berhubungan dengan tanda-tanda nonlinguistik seperti bahasa bunga, bahasa warna, morse, dan bahasa perangko. Hal-hal itu menjadi persoalan semiotika yaitu bidang studi yang mempelajari arti dari suatu tanda atau lambang pada umumnya. Sedangkan semantik hanyalah mempelajari makna bahasa sebagai alat komunikasi verbal.
Mengkaji makna bahasa (sebagai alat komunikasi verbal) tentu tidak dapat terlepas dari para penggunanya. Pengguna bahasa adalah masyarakat. Oleh karena itu studi semantik sangat erat kaitannya dengan ilmu sosial lain, seperti sosiologi, psikologi, antropologi, dan filsafat.
Kegiatan Belajar 2: Jenis-jenis Makna
Rangkuman

Pembicaraan tentang jenis makna dapat menggunakan berbagai kriteria atau sudut pandang. Berdasarkan jenis semantiknya, makna dapat diklasifikasikan atas makna leksikal dan gramatikal, berdasarkan ada tidaknya referen pada sebuah kata/leksem dapat dibedakan adanya makna referensial dan nonreferensial, berdasarkan ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kata dapat dibedakan adanya makna konotatif dan denotatif, berdasarkan ketepatan maknanya dikenal adanya makna kata dan istilah atau makna khusus dan umum. Agar lebih jelas Anda dapat memperhatikan tabel berikut ini.
SUDUT PANDANG
JENIS MAKNA
1. jenis semantik
makna leksikal dan gramatikal
2. referen
makna referensial dan nonreferensial
3. nilai rasa
makna konotatif dan denotatif
4. ketepatan makna
makna kata dan istilah
makna khusus dan umum

Makna leksikal dapat diartikan sebagai makna yang bersifat leksikon, bersifat leksem atau bersifat kata. Karena itu dapat pula dikatakan makna leksikal adalah makna yang sesuai referennya, makna sesuai dengan hasil observasi alat indera, atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam hidup kita. Makna gramatikal adalah makna yang hadir sebagai akibat adanya proses gramatika seperti afiksasi, reduplikasi, dan komposisi.
Referen, adalah sesuatu di luar bahasa yang diacu oleh suatu kata. Bila suatu kata mempunyai referen, maka kata tersebut dikatakan bermakna referensial. Sebaliknya, jika suatu kata tidak mempunyai referen maka kata tersebut bermakna nonreferensial.
Sebuah kata disebut bermakna konotatif apabila kata itu mempunyai nilai rasa positif maupun negatif. Jika tidak memiliki nilai rasa maka dikatakan tidak memiliki konotasi atau disebut netral.
Makna denotatif sebenarnya sama dengan makna referensial. Makna ini biasanya diberi penjelasan sebagai makna yang sesuai dengan hasil observasi (penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan) atau pengalaman lainnya. Pada dua kata yang bermakna denotasi sama dapat melekat nilai rasa yang berbeda sehingga memunculkan makna konotasi.
Jika suatu kata digunakan secara umum maka yang muncul adalah makna kata yang bersifat umum, sedangkan jika kata-kata tersebut digunakan sebagai istilah dalam suatu bidang maka akan muncul makna istilah yang bersifat khusus. Istilah memiliki makna tetap dan pasti karena istilah hanya digunakan dalam bidang ilmu tertentu.
Kegiatan Belajar 3: Relasi Makna dan Perubahan Makna
Rangkuman

Relasi makna atau hubungan makna adalah hubungan kemaknaan antara sebuah kata atau satuan bahasa (frase, klausa, kalimat) dengan kata atau satuan bahasa lainnya. Hubungan ini dapat berupa kesamaan makna (sinonimi), kebalikan makna (antonimi), kegandaan makna (polisemi), kelainan makna (homonimi), ketercakupan makna (hiponimi), dan ambiguitas.
Secara harafiah, kata sinonimi berarti nama lain untuk benda atau hal yang sama. Sedangkan Verharr secara semantik mendefinisikan sinonimi sebagai ungkapan (dapat berupa kata, frase, atau kalimat) yang maknanya kurang lebih sama dengan makna ungkapan lain (Verhaar, 1981).
Sinonimi dapat dibedakan atas beberapa jenis, tergantung dari sudut pandang yang digunakan. Yang harus diingat dalam sinonim adalah dua buah satuan bahasa (kata, frase atau kalimat) sebenarnya tidak memiliki makna yang persis sama. Menurut Verhaar yang sama adalah informasinya. Hal ini sesuai dengan prinsip semantik yang mengatakan bahwa apabila bentuk berbeda maka makna pun akan berbeda, walaupun perbedaannya hanya sedikit. Selain itu, dalam bahasa Indonesia, kata-kata yang bersinonim belum tentu dapat dipertukarkan begitu saja
Antonimi berasal dari bahasa Yunani Kuno yang terdiri dari kata onoma yang berarti nama, dan anti yang berarti melawan. Arti harfiahnya adalah nama lain untuk benda lain pula. Menurut Verhaar antonim ialah ungkapan (biasanya kata, frase atau kalimat) yang dianggap bermakna kebalikan dari ungkapan lain.
Polisemi adalah satuan bahasa yang memiliki makna lebih dari satu. Namun sebenarnya makna tersebut masih berhubungan. Polisemi kadangkala disamakan saja dengan homonimi, padahal keduanya berbeda. Homonimi berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu onoma yang berarti nama dan homos yang berarti sama. Jadi, secara harafiah homonimi dapat diartikan sebagai ‘nama sama untuk benda lain’. Secara semantis, Verhaar mendefinisikan homonimi sebagai ungkapan (kata, frase, atau kalimat) yang bentuknya sama dengan ungkapan lain tetapi berbeda makna.
Kata-kata yang berhomonim dapat dibedakan atas tiga macam, yaitu: Homonim yang: (a) homograf, (b) homofon, dan (c) homograf dan homofon.
Kata hiponimi berasal dari Yunani Kuno yang terdiri dari kata onoma ‘nama’ dan hypo’di bawah’. Secara harfiah hiponimi berarti ‘nama yang termasuk di bawah nama lain (Verhaar, 1993). Secara semantis, hiponimi dapat didefinisikan sebagai ungkapan (kata, frase, ata kalimat) yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna ungkapan lain.
Istilah ambiguitas berasal dari bahasa Inggris (ambiguity) yang menurut Kridalaksana berarti suatu konstruksi yang dapat ditafsirkan lebih dari satu arti (Kridalaksana, 1982).Ambiguitas dapat terjadi pada komunikasi lisan maupun tulisan. Namun, biasanya terjadi pada komunikasi tulisan. Dalam komunikasi lisan, ambiguitas dapat dihindari dengan penggunaan intonasi yang tepat. Ambiguitas pada komunikasi tulisan dapat dihindari dengan penggunaan tanda baca yang tepat. Makna-makna dalam bahasa Indonesia dapat mengalami perubahan makna, seperti perluasan makna, penyempitan makna, penghalusan m
Kegiatan Belajar 1: Pengertian Wacana
Rangkuman

Wacana adalah rangkaian ujaran lisan maupun tulisan yang mengungkapkan suatu hal, disajikan secara teratur (memiliki kohesi dan koherensi), dibentuk oleh unsur segmental dan nonsegmental bahasa.
Mempelajari wacana berarti pula mempelajari bahasa dalam pemakaian. Di samping itu, pembicaraan tentang wacana membutuhkan pengetahuan tentang kalimat dan segala sesuatu yang berhubungan dengan kalimat.
Untuk mencapai wacana yang kohesi dan koherensi diperlukan alat-alat wacana. Baik yang berupa alat gramatikal , aspek semantik, atau gabungan keduanya. Alat-alat gramatikal yang dapat digunakan agar suatu wacana menjadi kohesi, antara lain adalah (a) konjungsi, (b) kata ganti dia, nya, mereka, ini, dan itu sebagai rujukan anaforis, (c ) menggunakan elipsis (Chaer, 1994).
Penggunaan aspek semantik juga dapat dilakukan agar suatu wacana menjadi kohesi dan koherensi. Menurut Chaer hal ini dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut: (1) menggunakan hubungan pertentangan antarkalimat, (2) menggunakan hubungan generik-spesifik atau sebaliknya spesifik-generik, (3) menggunakan hubungan perbandingan antara dua kalimat dalam satu wacana, (4) menggunakan hubungan sebab akibat antara dua kalimat, (5) menggunakan hubungan tujuan dalam satu wacana, dan (6) menggunakan hubungan rujukan yang sama pada dua kalimat dalam satu wacana.
Kegiatan Belajar 2: Jenis-jenis Wacana
Rangkuman

Wacana dapat dikaji dari segi eksistensinya (realitasnya), media komunikasi, cara pemaparan, dan jenis pemakaian. Menurut realitasnya, wacana dapat digolongkan atas wacana verbal dan nonverbal. Berdasarkan media komunikasinya, wacana dapat diklasifikasikan atas wacana lisan dan tulisan. Berdasarkan cara pemaparannya, wacana dapat digolongkan atas wacana naratif, deskriptif, prosedural, ekspositori, dan hortatori. Sedangkan dari segi jenis pemakaiannya, wacana dapat kita klasifikasikan atas wacana monolog, dialog, dan polilog. Jenis-jenis wacana tersebut dapat ditabelkan seperti di bawah ini.
SUDUT PANDANG
JENIS WACANA
Eksistensi/realitas
verbal
nonverbal
Media Komunikasi
lisan
tulisan
Cara Pemaparan
naratif
deskriptif
prosedural ekspositori
hortatori
Jenis Pemakaian
monolog
dialog
polilog

Kegiatan Belajar 3: Analisis Wacana
Rangkuman

Dalam studi wacana kita tidak hanya menelaah bagian-bagian bahasa sebagai unsur kalimat, tetapi juga harus mempertimbangkan unsur kalimat sebagai bagian dari kesatuan yang utuh. Di Eropa penelitian wacana dikenal sebagai penelitian texlinguistics atau textgrammar. Para sarjana Eropa tidak membedakan teks dari wacana; wacana adalah alat dari teks (Djajasudarma, 1994).
Analisis wacana dapat dilakukan pada wacana dialog maupun monolog. Analisis wacana dialog atau wacana percakapan dapat dibagi dua macam, yaitu analisis pada dialog sesungguhnya (real conversation) dan dialog teks. Analisis wacana pada dialog sesungguhnya adalah analisis pada percakapan spontan yang ditunjang dengan segala situasinya, dialog jenis ini dilakukan dengan cara tatap muka. Selain itu, percakapan di sini bukan merupakan percakapan imitasi atau hafalan dari suatu teks seperti drama.
Analisis pada dialog teks adalah analisis pada percakapan imitasi. Percakapan imitasi terjadi jika suatu teks dilatihkan sebagai bahan percakapan, seperti teks drama, film, dan percakapan lain yang dituliskan. Dialog jenis ini pun memerlukan tatap muka. Namun, kalau teks itu tidak dipercakapkan maka tatap muka tidak diperlukan.
Menurut Jack Richard dalam Syamsudddin dkk., hal-hal pokok yang harus menjadi perhatian analisis wacana dialog, yaitu aspek : 1) kerjasama partisipan percakapan, 2) tindak tutur, 3) penggalan pasangan percakapan, 4) pembukaan dan penutupan percakapan, 5) pokok pembicaraan, 6) giliran bicara, 7)percakapan lanjutan, 8) unsur tatabahasa percakapan, dan 9) sifat rangkaian percakapan.
Bentuk bahasa lisan atau tulisan yang tidak termasuk dalam lingkup percakapan atau tanya jawab digolongkan sebagai jenis wacana monolog. Yang termasuk jenis ini antara lain, pidato, dan khotbah, yang dituliskan. Selain itu juga berita yang tertuang dalam bentuk teks seperti surat kabar, sepucuk surat, dan lain-lain. Analisis wacana ini sebenarnya banyak kesamaannya dengan analisis dialog. Namun, pada wacana monolog tidak ada aspek: tatap muka, penggalan pasangan percakapan, dan kesempatan berbicara.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam analisis wacana monolog adalah hal-hal yang berhubungan dengan (1) rangkaian dan kaitan tuturan (cohesions and coherents) (2) penunjukan atau perujukan (references), dan (3) pola pikiran dan pengembangan wacana (topic and logical development)

MODUL 6: MASYARAKAT BAHASA DAN VARIASI BAHASA
Kegiatan Belajar 1: Masyarakat Bahasa
Rangkuman

Corder dalam Alwasilah menyatakan bahwa suatu masyarakat bahasa atau masyarakat ujaran adalah sekelompok orang yang satu sama lain bisa saling mengerti sewaktu mereka berbicara. Sedangkan Fishman menyatakan suatu masyarakat bahasa adalah satu masyarakat yang semua anggotanya memiliki bersama paling tidak satu ragam ujaran dan norma-norma untuk pemakaiannya yang cocok. Dari definisi ini jelaslah bahwa persetujuan dari para anggota masyarakat suatu bahasa tentang penggunaan kata-kata untuk merujuk pada makna tertentu sangat memegang peranan penting. Dalam definisi Fishman malah ditambahkan tentang kesamaan norma-norma dalam pemakaiannya. Jika ada penutur yang tidak menggunakan norma-norma pemakaian bahasa tersebut maka kemungkinan besar penutur tersebut akan sulit berkomunikasi dalam masyarakat itu.
Pada prinsipnya menurut Alwasilah, masyarakat bahasa itu terbentuk karena adanya saling pengertian, terutama karena adanya keb amaan dalam kode-kode linguistik ers (seperti sistem bunyi, sintaksis, dan semantik). Hal senada juga dikemukakan oleh Bloomfield yang menyatakan bahwa sekelompok orang yang menggunakan sistem tanda-tanda ujaran yang sama disebut satu masyarakat bahasa
Sekarang, jika pedoman yang digunakan untuk menentukan masyarakat bahasa adalah segi sosial psikologi “merasa menggunakan bahasa yang sama”, maka konsep masyarakat bahasa dapat menjadi luas atau sempit. Masyarakat bahasa Inggris akan sangat luas, melewati batas benua.
Keadaan masyarakat Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika memungkinkan masyarakatnya menjadi anggota masyarakat bahasa ganda. Maksudnya, selain menjadi anggota masyarakat bahasa Indonesia, pada umumnya orang Indonesia pun menjadi anggota masyarakat bahasa daerahnya.
Kegiatan Belajar 2: Variasi Bahasa
Rangkuman

Masyarakat sebagai pengguna bahasa terdiri atas berbagai anggota yang memiliki berbagai latar belakang. Baik latar belakang usia, jenis kelamin, pendidikan, maupun pekerjaan. Setiap anggota masyarakat tersebut tentu saja melakukan kegiatan yang beragam pula. Atau secara sederhana dapat dikatakan kita semua memiliki urusan masing-masing.
Keberagaman latar belakang dan kegiatan kita sebagai anggota masyarakat akhirnya berdampak pula pada keragaman bahasa yang kita gunakan sebagai alat komunikasi. Cabang linguistik yang berusaha menjelaskan ciri-ciri variasi bahasa dan menetapkan korelasi ciri-ciri variasi bahasa tersebut dengan ciri-ciri sosial kemasyarakatan adalah Sosiolinguistik.
Ada dua pandangan untuk melihat hal variasi bahasa. Pertama, variasi bahasa dilihat sebagai akibat adanya keragaman sosial penutur bahasa. Andaikata penutur bahasa itu adalah kelompok yang homogen, baik etnis, status sosial maupun lapangan pekerjaannya, maka variasi itu tidak akan ada, artinya bahasa menjadi seragam.
Banyak pakar linguis mencoba untuk membedakan variasi bahasa dengan menggunakan berbagai sudut pandang. Di antaranya adalah Preston dan Shuy (1979) yang membedakan variasi bahasa (bahasa Inggris Amerika) berdasarkan (1) penutur, (2) interaksi, (3) kode, dan (4) realisasi. Sedangkan Mc David (1969) membagi variasi bahasa berdasarkan (1) dimensi regional, (2) dimensi sosial, dan (3) dimensi temporal (Chaer, 1995).
Berdasarkan segi penutur, variasi bahasa dapat dibedakan atas idiolek, dialek, kronolek, dan sosiolek. Berdasarkan segi pemakaian atau fungsiolek, variasi bahasa dapat dibedakan atas bahasa sastra, jurnalistik, militer, pertanian, pelayaran, dan kegiatan keilmuan. Berdasarkan tingkat keformalannya Martin Joos dalam Chaer membagi variasi bahasa atas lima macam, yakni ragam beku, ragam formal, ragam konsultatif atau usaha, ragam santai (casual), dan ragam akrab (intimate). Berdasarkan segi sarananya, variasi bahasa dapat dibedakan atas ragam lisan dan tulisan.

Daftar Pustaka
  • Alwi, Hasan dkk. (peny), (2000). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
  • Chaer, Abdul. (1994). Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
  • ----------------. (1994). Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Bhratara.
  • Parera, J.D. (1988). Sintaksis. Jakarta: Gramedia.
  • Verharr, J.W.M. (1978). Pengantar Linguistik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
  • -----------------. (1980). Teori Linguistik dan Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Kanisius.

2 komentar:

  1. ok, buat materi kuliah nih..
    hehe

    cek http://puisidansisisi.blogspot.com

    BalasHapus